Wednesday, January 23, 2008

Tiga Kelemahan Manusia (Bagian 2)

(Sambungan dari sini)

Setibanya di Superkulon, para pemuda tadi dijamu dengan berbagai makanan nikmat produk gandum serta keju yang dihasilkan di sana. Selama berada di sana, tidak pernah sekali pun mereka disuguhi nasi, makanan pokok Adiluhung. Bukan tak ada, sebagian rakyat Superkulon juga memakan nasi, namun ini semua adalah rangkaian strategi yang dilancarkan oleh Smart.

Setelah beberapa waktu berlalu, kembalilah para pemuda itu ke negerinya, dengan dibekali sedikit roti dan keju hasil buatan mereka. Tak berapa lama kemudian, datanglah Patih kerajaan Adiluhung, Sendiko Dawuh. Tujuannya tak lain adalah menyampaikan pesan Raja Manut, untuk membeli gandum, karena ternyata gandum tidak tersedia di sana, sementara warga Adiluhung sudah ketagihan dengan makanan ini, sehingga seluruh petani telah dititahkan untuk membuat roti dan keju, dan sawah-sawah yang mereka tanami padi pun terbengkalai.

Dengan penuh keramahan, Karsa pun menawarkan gandum itu dengan harga yang murah, sehingga pulanglah Dawuh dengan lega, bersama setumpuk gandum yang siap diolah. Sepulangnya Dawuh, Karsa dan Smart pun merayakan peristiwa itu berdua.

AK: “Sedikit lagi, Smart…and then they’ll be mine, hahaha….”

SS: “Sabar, Pad… tinggal beberapa ketuk lagi, mereka akan sangat bergantung pada kita, karena gandum, karena balas budi, hehehe… kita santai saja duluuuu….”

***

Pada kesempatan2 berikutnya, secara bertahap Karsa mulai menaikkan harga gandum berlipat2. Hal ini pun menyulut masalah di Adiluhung. Berita santer terdengar hingga ke Superkulon, bahwa rakyat mulai tidak puas dan memberontak, karena perintah Manut Kaya untuk memproduksi roti membuat para petani kelabakan dalam membeli gandum yang harganya berlipat2. Walhasil, jangankan untuk sekedar memproduksi roti, bahkan untuk makan nasi pun mereka tak mampu, karena selama ini tak ada waktu untuk bertanam padi.

Untuk mengatasi hal ini, para petani tersebut menanam singkong yang penanganannya relatif lebih mudah dan murah daripada padi, dan memulai gerakan “kembali ke gaplek”. Yap, gaplek ini adalah makanan mereka sebelum swasembada beras bertahun2 lalu, di masa kejayaan Adiluhung, beberapa saat sebelum kedatangan Smart yang membawa malapetaka bagi negeri ini.

***

Akhirnya Manut meminta bantuan pada Karsa untuk menghadapi para pemberontak tersebut. Karsa berjanji untuk membantu, dengan syarat Manut menyetorkan hasil bumi utama secara berkala kepadanya, dan tetap memberlakukan roti dan keju sebagai makanan pokok di Adiluhung. Selain itu Adiluhung juga harus mempelajari dan membudidayakan budaya yang berlaku di Superkulon, dan menumpas habis budaya asli Adiluhung!

Manut yang sedang panik dengan keselamatan tahtanya, langsung menyetujui saja syarat yang diajukan Karsa tersebut. Tak dipedulikannya lagi rakyat yang berteriak kelaparan. Tak dihiraukannya lagi negerinya yang tergadai. Tak diacuhkannya lagi kelestarian budaya yang selama ini dijunjungnya tinggi2. Apa yang ada di pikirannya kini hanya satu: bagaimana caranya agar dia tetap menjadi raja di Adiluhung!!!

***

Maka kemudian berangkatlah pasukan Manut ini ke Adiluhung dengan senjata bantuan Superkulon. Semua pemberontak ditumpas habis dengan mudah, karena mereka menggunakan senjata yang sudah diketahui segala kelemahannya oleh pihak Superkulon. Ingin tahu siapa penumpas para pemberontak tadi? Yap, siapa lagi kalau bukan para pemuda yang dulu dilatih untuk membuat roti dan keju! Mereka merasa sangat berhutang budi terhadap Superkulon, sehingga dengan senang hati mengirimkan seluruh hasil buminya ke sana, setelah pemberontakan tersebut usai.

Kini Adiluhung telah tenang kembali. Manut Kaya memerintah tanpa ada lagi perlawanan yang berarti. Roti, keju, dan segala budaya materialistik dari Superkulon berkembang pesat di Adiluhung. Para petani masih makan gaplek, karena harga gandum tak pernah dapat mereka gapai. Kesenjangan antara pihak istana dan rakyat  jelata semakin melebar. Hasil bumi semakin menurun, karena habis untuk upeti dan membayar gandum yang semakin berlipat2 harganya. Adiluhung kini tak ubahnya seperti mayat hidup. Ada tapi tiada. Kaya hasil bumi, namun hidup tergadai. Bernafas dan bergerak, tapi tak mampu menentukan nasibnya sendiri.

Namun itu tak pernah mengganggu mimpi2 si Manut Kaya. Hatinya telah tertutup dengan kenikmatan roti. Nuraninya telah terbungkam oleh tumpukan keju.

***

Sementara itu, All Karsa dan Smart Sulicik merayakan keberhasilannya di Superkulon. Sambil menghabiskan minuman araknya, berulang kali Karsa memuji Smart.

AK: “Smart, how come sih, kamu bisa sepintar ini? Sebetulnya apa yang membuatmu bisa punya ide secemerlang itu?”

SS: “Gampang saja, Pad… (sambil terkekeh setengah teler)… manusia itu di mana2 selalu kalah oleh 3 hal…, hiks! Gak perduli segimana pula tingginya kebudayaannya..hiks!” (ini bukan cegukan biasa, mabok euy:().

AK: “Apa itu, Sul?”

SS: “Kekayaan, kenikmatan, dan kekuasaan, Pad…cuman orang yang bener2 kuat yang bisa ngelawan 3 itu… dan sampe sekarang saya belom nemu juga, tuh…buktinya, Adiluhung abis juga, ‘kan, hahaha….”

*****

Nishi Chiba, 24 Januari 2008 (02.24 JST)

* “… Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri…” (Q.S. Ar-Ra’d: 11)*

***

(Dari sini)