Friday, February 14, 2020

Proceedings of 3rd GCBME, 8-8-2018

Alhamdulillah, setelah menunggu hampir 2 tahun, akhirnya ini terbit juga🙏😍@fa, 3-2-2020.
---
https://www.crcpress.com/Advances-in-Business-Management-and-Entrepreneurship-Proceedings-of-the/Hurriyati-Tjahjono-Yamamoto-Rahayu-Abdullah%20Danuwijaya/p/book/9780367271763

Goresan Aksara-2019

Alhamdulillah, telah terbit buku "Goresan Aksara," antologi tulisan saya dan 8 penulis lainnya.

*Harga: Rp.85.000,00 (belum termasuk ongkir)
Pemesanan via WA: 0812-977-1533@fa*

Hidup memiliki sejuta jalan cerita yang indah dan menyentuh. Lautan duka yang menguatkan, serta sulaman ketegaran yang membuat semakin banyak rasa syukur. Buku Goresan Aksara membuat Anda semakin menyelami sisi lain kehidupan dan juga banyak petikan hikmah yang tersaji.

Yuk, segera dipesan ... sebelum kehabisan🙂🇮🇩.
---

Monday, December 23, 2019

Command Center 112-Pemkot Surabaya

~Fithriyah Abubakar~

Waktu kecil dulu, saya pernah memimpikan adanya hotline semacam 911 di Indonesia (iya, saya sudah hobi nonton film Holiwud sejak zaman TVRI masih sendiri😁). Alhamdulillah, masih bisa mengalami adanya 112 di Surabaya ini.

Awal Desember lalu, saya sempat bertemu dengan BPBL (Badan Penanggulangan Bencana dan Linmas) & Dinas Kominfo-Pemkot Sby. Pihak BPBL-Penanggung jawab Command Center 112 ini, bertugas menerima semua panggilan via 112, dan menyalurkannya kepada instansi terkait. Rata-rata jumlah panggilan adalah 5.000/hari, dari seluruh penjuru kota Surabaya. Jenis panggilan sangat bervariasi. Mulai dari yang paling ringan seperti cincin nyangkut di jari, kucing ngabur/hilang/nyangkut di atas pohon, sampai yang berat seperti tindakan kriminal/bunuh diri/evakuasi bencana/kebakaran. Mirip sekali dengan kisah2 di film serial 911 yang sedang tayang di salah satu TV Amrik!

Bu Risma mencanangkan waktu respon panggilan maksimal 7 menit. Semua layanan yang disediakan 112 ini GRATIS, bahkan untuk pengantaran dengan mobil ambulan bagi yang membutuhkan pelayanan segera ke RS (sakit/kecelakaan/bencana).

Di samping itu, BPBL juga menyediakan pelatihan kesiapsiagaan bencana dan simulasi kebakaran bagi warga Surabaya, secara cuma-cuma. Jumlah peserta pelatihan kebencanaan/simulasi kebakaran ini minimal 20 orang (kalau saya tidak salah ingat).

Caranya? Cukup ajukan surat permohonan pelatihan kebencanaan/simulasi kebakaran (pilih yang paling diperlukan), dengan mencantumkan:
- jumlah dan profil peserta (pelajar/pegawai/lansia, dsb.);
- tanggal dan waktu pelaksanaan;
- lokasi pelaksanaan; dan
- nomor kontak PJ acara tersebut.
Pihak BPBL akan segera konfirmasi ke pihak pengundang, begitu surat diterima. Selama ini mereka juga telah melakukan simulasi gempa & kebakaran untuk sekolah & perkantoran, terutama yang berlokasi di gedung bertingkat.

Command center seperti ini jelas memerlukan koordinasi & kesiapan yang solid dari seluruh pihak. Barakallah fiikum untuk Bu Risma dan tim yang telah mewujudkan layanan yang sangat dibutuhkan masyarakat ini, hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan Bapak Ibu semua🙏. Semoga layanan CC 112 ini dapat berjalan secara berkesinambungan dan semakin baik dalam merespon kebutuhan masyarakat kota Surabaya, siapa pun walikotanya nanti (sayangnya masa jabatan Bu Risma tidak boleh diperpanjang lagi😢).

Insya Allah layanan masyarakat sejenis dapat direplikasi di kota2 lainnya. Demi terwujudnya pelayanan bagi masyarakat NKRI yang lebih baik, dan menjadi SDM Indonesia yang unggul-lahir batin, dunia akhirat, & mental-spiritual🙏💙@fa.

Info terkait CC 112 ini dapat dibaca juga di:
https://m.detik.com/news/berita-jawa-timur/d-4830818/diajak-kelililng-mal-pelayanan-publik-dprd-dki-terkesan-command-center-112

NB:
Sekadar mengingatkan, layanan 112 ini HANYA UNTUK KONDISI DARURAT. Jangan memanfaatkannya untuk hal2 yang masih dapat kita atasi sendiri, hanya karena layanan ini tak berbayar. Ingat, ada orang lain yang benar2 membutuhkan layanan tersebut, jadi jangan pernah menyalahgunakannya untuk keuntungan pribadi@fa.
~24-12-'19~

Thursday, December 05, 2019

Putri Yasmin dan Cinta Duniawi-Republika Online

Alhamdulillah, artikel saya hari ini dimuat di Republika Online😍@fa, 5-12-'19, 16.24 WIB, baru dibaca pk. 21.15 WIB.
---
Putri Yasmin dan Cinta Duniawi (REPUBLIKA ONLINE) https://republika.co.id/berita/q218sr349/putri-yasmin-dan-cinta-duniawi

Saturday, October 19, 2019

Saturday, September 28, 2019

Ingin Jadi Orang Tua yang Asyik di Era Digital?


Ingin jadi orang tua yang asyik di era digital? Bagaimana caranya menanamkan kemampuan dalam diri anak agar tangguh dan mandiri menghadapi berbagai "gempuran" informasi? Sudah ada banyak tips & tricks-nya dari berbagai buku pengasuhan yang marak belakangan ini. Tapi ... ada yang berbeda dengan buku-buku pengasuhan itu. Yuk, kita simak catatan ibu yang satu ini .🙂
---
*BUKU SURYA CANDRA DALAM CINTA*
Kesan yang muncul setelah membaca ‘Surya Candra Dalam Cinta’ adalah ini sebuah buku parenting yang ‘menyamar’ dalam bentuk kumpulan cerita pendek. Sebagai buku cerita, buku ini ditulis dengan alur yang sederhana dengan bahasa yang lugas, sehingga gampang diikuti - tanpa tetek bengek bahasa kekinian. Dan yang lebih menarik, tidak ada penilaian atau pun pembelaan dari tiap-tiap cerita yang disajikan. Bahkan sebagai pembaca, saya lah yang justru dibuat terkejut oleh ‘kejujuran’ dari cerita-cerita di dalamnya.

Bagi yang tumbuh di era 80/90-an seperti saya, buku ini adalah penghubung ke masa yang pernah kita alami (bisa jadi dengan versi yang berbeda dari yang dialami sang penulis). Sementara bagi generasi yang lebih muda, buku ini bisa memberi gambaran tentang bagaimana situasi ‘kepolosan’ tumbuh-kembang anak-anak di era itu, terutama di kota-kota kecil di Indonesia.

Sebagai buku parenting, ada banyak pesan moral yang bisa dicontoh oleh para orang tua dalam mendidik anak di era digital ini - era yang dipenuhi oleh trend-trend parenting baru agar sejalan dengan perkembangan zaman. Seringkali karena ‘keep up’ dengan cepatnya perkembangan teknologi, sebagai orang tua kita sering melupakan prinsip-prinsip dasar parenting yang diterapkan oleh orang tua kita dulu.

Buku ini mengisahkan bagaimana sepasang orang tua di era 80/90-an yang mendidik anak-anaknya tidak hanya dengan cara menetapkan batasan-batasan sesuai aturan agama dan budaya, tapi juga memberi kebebasan anak untuk berpikir, berpendapat, dan menentukan pilihan. Kebebasan itu seperti sengaja diberi ruang sebelum akhirnya ditunjukkan jawaban-jawaban dan alasan-alasannya, bahkan konsekuensinya. Secara keseluruhan, buku ini menyajikan pesan-pesan moral dalam bentuk cerita yang menyentuh, tanpa disisipi unsur-unsur penilaian atau usaha menggurui - murni cerita ringan berbobot untuk kita nikmati, dan siapa tahu, mungkin kita bisa memetik pelajarannya.

 (Y.S. Mintarti - Ibu dua anak remaja)

Saturday, September 14, 2019

Kesiapsiagaan Bencana


Tanggal 1-8-'19, saya memaparkan tentang upaya peningkatan kesiapsiagaan bencana gempa dan tsunami di Indonesia, dalam suatu sesi konferensi internasional terkait lingkungan, di Indonesia. Kita semua pasti tahu, bahwa bangsa Indonesia ini duduk di atas cincin api yang sangat aktif sejak tsunami Aceh 2004. Mirisnya, hingga kini pemahaman masyarakat RI tentang bencana masih sangat rendah. Kalau pun ada sosialisasi dan pelatihan kesiapsiagaan bencana, biasanya dilakukan di kantor atau sekolah saja. Akibatnya, perempuan dan lansia yang tidak berada di kantor/ sekolah, tidak tersentuh sosialisasi tersebut. Padahal studi tentang mortalitas tsunami Aceh (Doocy, et al, 2009) menunjukkan bahwa perempuan dan lansia lebih rentan terhadap bencana.
Salah satu penyebab dari rendahnya pemahaman ini, adalah persepsi masyarakat RI yang cenderung meremehkan kesiapsiagaan prabencana, dan fokus pada penanganan saat dan pascabencana saja. Padahal bencana alam itu tak dapat dicegah, tapi dapat dikurangi risikonya dengan pemahaman dan kesiapan masyarakat, jauh sebelum bencana itu terjadi.
Buktinya? Jepang yang terkena gempa, tsunami, plus kebocoran reaktor nuklir pada tahun 2011, jumlah korbannya jauh lebih sedikit daripada korban tsunami Aceh.
Masyarakat Jepang memang sudah terbiasa hidup dengan bencana sejak dahulu kala, karena sekitar 20% bencana di dunia terjadi di negeri Sakura ini. Pendidikan bencana di sekolah sudah diberikan dari sejak anak berusia 3 tahun, hingga 18 tahun. Saya yang pertama kali kuliah di Jepang dengan pengetahuan nol tentang bencana, juga mendapatkannya. Dari mana? Dari kunjungan petugas dan sukarelawan pemerintah daerah ke tempat tinggal para penduduk asing, yang diketahui dari kartu identitas kami. Petugas ini memberikan brosur dan informasi dalam Bahasa Inggris, menjelaskan rute evakuasi, dan memberikan saran-saran untuk keselamatan di tempat tinggal saya. Contohnya: menunjukkan benda-benda yang aman sebagai tempat berlindung, cara penyimpanan dan pengamanan lemari supaya tidak runtuh menimpa kita saat gempa, dsb.
Tak hanya itu, di bandara, kampus, dan kantor pemda pun kami mendapatkan brosur-brosur ini. Di kampus, kami juga mendapatkan latihan rutin (minimal setahun sekali) untuk kebakaran (fire drill), yang tidak pernah saya alami di 4 kantor saya, selama 24 tahun bekerja.
Hal yang lebih miris lagi adalah ketika saya mengingatkan kepada lingkungan sekitar saya untuk kesiapsiagaan ini, mayoritas tanggapannya: "Sudahlah, berdoa saja, jangan nakut-nakutin terus. Kayak yang nggak punya Tuhan saja." Saya pun menjawab: "Agama saya mengajarkan untuk ikhtiar maksimal dan berdoa, lalu tawakkal. Bukannya duduk manis menunggu nasib, lalu berdoa pasca kejadian sambil pasrah menangis."
Allah SWT menitipkan alam seisinya dan jiwa raga kepada kita sebagai amanah. Mari kita jaga semaksimal mungkin, sebagai wujud pertanggungjawaban amanah tersebut kepada-Nya. Semoga Allah SWT selalu melindungi kita semua dan NKRI tercinta, karena kesiapsiagaan bencana adalah tanggung jawab kita semua, bukan pemerintah semata@fa.
~3-8-'19~