Wednesday, January 09, 2008

Kenapa Pengen Selalu Paling Depan?

Tahun baru, jadi pengen bikin tag baru tentang keponakan. Ada apa dengan keponakan? Yah, masalahnya belakangan ini para ponakanku yang seabreg itu sering main/jalan bareng aku (disertai sang ortu, pastinya), dan banyak sekali obrolan2 mereka yang lucu atau pun terkadang mengejutkan.

Salah satu contohnya, ketika aku jalan2 bareng 3 ibu dan anak2nya. Ibu A dengan sepasang putra-putrinya, Ibu B dengan seorang putri, dan Ibu C dengan seorang putranya.

Dalam perjalanan ini, beberapa kali kami ganti bis. Nah, masalahnya, putra bungsu (usianya kalau nggak salah 4 tahun) Ibu A ini selalu menolak untuk mengantri. Setiap kami mengantri dengan tertib, Si Bungsu selalu berdiri di paling depan antrian, di depan orang2 Jepang yang sudah mengantri lebih dulu, yang diam tanpa protes, walaupun antriannya “dilangkahi” oleh pria mungil ini.

Tak hanya itu, di dalam bis pun, ia selalu berusaha untuk duduk paling depan, di belakang Pak Supir yang sedang bekerja, mengendalikan bis supaya baik jalannya..*lho, kok malah nyanyi*. Sampai akhirnya di antrian bis terakhir, Si Bungsu ini memisahkan diri dari ibunya, yang sedang singgah ke ATM. Berhubung para ibu lain sibuk dengan anak2nya, jadilah aku berusaha mengajak Si Bungsu untuk antri di belakang, karena saat itu dia malah sibuk memainkan pot berisi tanah di depan antrian, yang sangat dekat dengan jalur masuk bis ke halte ini. Saat itu aku agak susah bergerak, karena Si Sulung (7 tahun) dengan tenangnya menyandar padaku, sambil bermain dengan kedua anak lainnya.

Setelah beberapa kali tidak mengindahkan panggilanku, akhirnya putri Ibu B bertanya padanya,”Bungsu, kenapa sih kamu pengen selalu paling depan?” Si Bungsu masih diam, sambil kakinya tetap sibuk mengacak2 tanah di dalam pot tadi. “Dattee (= Abis)…,”suaranya terputus karena terkejut, ketika sebongkah besar tanah meloncat keluar dari pot. Dengan tampang masih kaget, dia melihat ke arahku takut2. Aku sih, boro2 mau menegur, yang ada geli sendiri melihat ekspresinya yang lucu itu.

Reaksi yang salah ternyata, karena dia dengan tenangnya melanjutkan lagi kesibukannya mengacak2 pot itu dengan ujung sepatunya, sampai si gadis kecil yang sebaya dengan kakaknya tadi mengulangi pertanyaannya, karena penasaran. Si Bungsu yang merasa pertanyaan itu mengganggu keasyikannya, menjawab keras2,”Dattee…(diam sejenak, heboh lagi dengan gumpalan tanah di ujung sepatunya)….”

“Kenapa?” tanya si gadis kecil ini lagi, nadanya gemas dengan jawaban menggantung Si Bungsu ini. “Datte saa…hayai da mun! (= Abisnya… cepet sih!)” Spontan kami semua nyengir, termasuk sebagian orang Jepang yang mengantri di depan kami… Hehehe, Bungsu…Bungsu…, wong bisnya sami mawon kok, nyampenya juga pasti bareng, lah!.

***

Nishi Chiba, 10 Januari 2008/1 Muharram 1429 H (03.10 JST)

*Di sela2 ngerjain setoran*