Saturday, May 31, 2008

Taspo, KTP untuk Membeli Rokok di Jepang

Dalam rangka mencegah anak di bawah umur untuk merokok (underage smoking), sejak Maret 2008 ini pemerintah Jepang telah memberlakukan Taspo. Taspo adalah kartu IC yang dikeluarkan bagi penduduk berusia 20 tahun ke atas, sebagai syarat untuk membeli rokok di vending machine (bhs. Indonesianya menurut ini: otomat pengecer).

Untuk mendapatkan Taspo, perokok tersebut harus mengajukan aplikasi secara gratis (lihat di bawah), yang form-nya bisa didapatkan di berbagai vending machine ataupun website ini. Kartu Taspo akan dikirimkan kepada yang bersangkutan 2 minggu setelah aplikasi diterima dan dilakukan verifikasi data. Hal ini tentu saja mudah dilakukan, mengingat sistem kependudukan yang terintegrasi di Jepang, walaupun masing-masing perfektur sudah terdesentralisasi dengan baik.

Pemberlakuan Taspo ini dilaksanakan dalam 4 tahap, dan Tokyo adalah daerah yang menjalani tahap akhir, yaitu terhitung sejak Juli 2008 ini. Taspo ini terselenggara atas kerjasama antara: Tobacco Institute of Japan (TIOJ), Japan Tobacco Retailers Cooperative Association, dan Japan Vending Machine Manufacturers Association (JVMA).

Sistem ini memang pastinya akan sangat mempengaruhi jumlah perokok di bawah umur, mengingat setiap perokok harus menunjukkan Taspo ini saat membeli rokok, baik di vending machine, maupun pada penjual di kios2 rokok. Hasilnya, bisa diharapkan jumlah perokok di jalanan juga akan menurun. Udara yang lebih segar dengan pengurangan asap rokok adalah suatu kenikmatan yang tak terkira, terutama bagi yang alergi asap rokok sepertiku.

Satu pertanyaan yang masih menggangguku: bagaimana mencegah para pembeli legal ini memperjualbelikan rokok yang dibelinya kepada perokok di bawah umur secara illegal? Pertanyaan yang mungkin tidak akan terpikirkan oleh penduduk Jepang, mengingat ketaatannya terhadap peraturan yang patut diacungi jempol.

Memang Taspo dapat melacak jumlah pembelian rokok bagi para pemiliknya, namun di sini tidak ada pemberlakuan kuota atau pun sanksi bagi perokok yang membeli rokok terlalu banyak. Hal yang tidak dapat disalahkan, mengingat tujuannya adalah mencegah perokok di bawah umur, bukan mengurangi jumlah perokok secara keseluruhan. Karena itu, perdagangan rokok kepada yang di bawah umur masih mungkin terjadi, dan untuk itu perlu peraturan baru untuk menentukan sanksinya.

(Sebagian dikutip dari sini)

***

Nishi Chiba, 31 Mei 2008 (19.25 JST)

*Dalam rangka Hari Tanpa Tembakau Sedunia, di sela2 nguber setoran*

Taspo, KTP untuk Membeli Rokok di Jepang

Dalam rangka mencegah anak di bawah umur untuk merokok (underage smoking), sejak Maret 2008 ini pemerintah Jepang telah memberlakukan Taspo. Taspo adalah kartu IC yang dikeluarkan bagi penduduk berusia 20 tahun ke atas, sebagai syarat untuk membeli rokok di vending machine (bhs. Indonesianya menurut ini: otomat pengecer).

Untuk mendapatkan Taspo, perokok tersebut harus mengajukan aplikasi secara gratis (lihat di bawah), yang form-nya bisa didapatkan di berbagai vending machine ataupun website ini. Kartu Taspo akan dikirimkan kepada yang bersangkutan 2 minggu setelah aplikasi diterima dan dilakukan verifikasi data. Hal ini tentu saja mudah dilakukan, mengingat sistem kependudukan yang terintegrasi di Jepang, walaupun masing-masing perfektur sudah terdesentralisasi dengan baik.

Pemberlakuan Taspo ini dilaksanakan dalam 4 tahap, dan Tokyo adalah daerah yang menjalani tahap akhir, yaitu terhitung sejak Juli 2008 ini. Taspo ini terselenggara atas kerjasama antara: Tobacco Institute of Japan (TIOJ), Japan Tobacco Retailers Cooperative Association, dan Japan Vending Machine Manufacturers Association (JVMA).

Sistem ini memang pastinya akan sangat mempengaruhi jumlah perokok di bawah umur, mengingat setiap perokok harus menunjukkan Taspo ini saat membeli rokok, baik di vending machine, maupun pada penjual di kios2 rokok. Hasilnya, bisa diharapkan jumlah perokok di jalanan juga akan menurun. Udara yang lebih segar dengan pengurangan asap rokok adalah suatu kenikmatan yang tak terkira, terutama bagi yang alergi asap rokok sepertiku.

Satu pertanyaan yang masih menggangguku: bagaimana mencegah para pembeli legal ini memperjualbelikan rokok yang dibelinya kepada perokok di bawah umur secara illegal? Pertanyaan yang mungkin tidak akan terpikirkan oleh penduduk Jepang, mengingat ketaatannya terhadap peraturan yang patut diacungi jempol.

Memang Taspo dapat melacak jumlah pembelian rokok bagi para pemiliknya, namun di sini tidak ada pemberlakuan kuota atau pun sanksi bagi perokok yang membeli rokok terlalu banyak. Hal yang tidak dapat disalahkan, mengingat tujuannya adalah mencegah perokok di bawah umur, bukan mengurangi jumlah perokok secara keseluruhan. Karena itu, perdagangan rokok kepada yang di bawah umur masih mungkin terjadi, dan untuk itu perlu peraturan baru untuk menentukan sanksinya.

(Sebagian dikutip dari sini)

***

Nishi Chiba, 31 Mei 2008 (19.25 JST)

*Dalam rangka Hari Tanpa Tembakau Sedunia, di sela2 nguber setoran*

Friday, May 30, 2008

TATA CARA DAN PROSEDUR MENDAFTARKAN HAK CIPTA

Dapet lagi dari Mas Ferry...semoga bermanfaat

***

TATA CARA DAN PROSEDUR MENDAFTARKAN HAK CIPTA
 Untuk Karya Novel dan Karya Tulis Lainnya

Oleh : Ana Rinda Musthofia
(Berdasarkan pengalaman pribadi dalam mempatenkan karya-karya tulisnya)


 Sebagai seorang penulis, Anda tentu ingin agar karya tulis Anda bisa diterbitkan oleh perusahaan penerbit dan buku karya tulis Anda beredar secara luas dan dibaca oleh banyak orang serta Anda bisa memperoleh perlindungan dalam hal hak cipta.  Untuk itulah Anda perlu tahu tentang bagaimana sih prosedur dan tata cara pengurusan hak cipta guna melindungi karya tulis Anda dari bahaya pembajakan.  Berikut ini tulisan dari salah seorang penulis anggota Forum Penulis Kota Malang yang ingin berbagi pengalamannya dengan Anda.

Tahapan pendaftaran hak cipta:
1. Pembayaran permohonan hak cipta atas karya sebesar Rp.75.000,- melalui transfer ke no rekening BNI 19718067 a/n DITJEN HAKI. Bukti tranfernya difoto copy
2. Legalisir foto copy ktp dua lembar
3. Bila anda menggunakan nama samaran dalam karya anda sertakan surat pernyataan bahwa anda menggunakan nama samaran dan cantumkan juga nama asli anda sesuai ktp
4. Bila anda mencantumkan foto dalam karya anda sertakan surat pernyataan bahwa anda
5. Kunjungi situs www.DGIP.GO.ID  klik hak cipta dan print out formulir pendaftaran lalu isi lengkap formulir (diketik)
6. Print out karya anda sebanyak dua kali ( jilid buku) dan simpan karya juga data diri anda dalam bentuk cd sebanyak dua buah cd
7. Kirimkan persyaratan dibawah ini kepada :


DITJEN HAKI (Untuk Direktur Hak Cipta)
Jl. Daan Mogot KM 24 Tanggerang 15119 Banten
Catatan : Hak cipta secara resmi baru bisa dikeluarkan setelah 9 bulan semenjak pendaftaran.
 

Persyaratan yang dikirimkan:
1. Foto copy transfer bukti pembayaran satu lembar
2. Legalisir foto copy ktp dua lembar
3. Surat pernyataan penggunaan nama samaran
4. Surat izin penggunaan foto (jika mencantumkan foto dalam karya anda)
5. Formulir pendaftaran rangkap dua
6. Dua lembar print out karya
7. Dua buah cd berisi file karya dan data diri anda

Tata cara penerbitan :
· Daftar karya anda ke hak cipta
· Kirimkan karya ke penerbit yang berisi:
· Print out satu lembar dan satu buah CD berisi :
1. Naskah
2. Biodata
3. Kata pengantar/special to (jika ada)


***
(Dari sini)
(Dari sini)

Tokyo International Book Fair 2008

Start:     Jul 10, '08 10:00a
End:     Jul 13, '08 6:00p
Location:     Tokyo Big Sight
Dapet info ini dari Mbak Dina...Insya Allah bisa dateng, belum pernah liat pameran buku internasional di sini, sih...hehehe:D.
Detil lengkap dan pemesanan tiket (tiket kudu pesen dulu, euy!) bisa dilihat di sini .

Ada yang mau barengan ke sana?

TATA CARA DAN PROSEDUR MENDAFTARKAN HAK CIPTA

Dapet lagi dari Mas Ferry...semoga bermanfaat

***

TATA CARA DAN PROSEDUR MENDAFTARKAN HAK CIPTA
 Untuk Karya Novel dan Karya Tulis Lainnya

Oleh : Ana Rinda Musthofia
(Berdasarkan pengalaman pribadi dalam mempatenkan karya-karya tulisnya)


 Sebagai seorang penulis, Anda tentu ingin agar karya tulis Anda bisa diterbitkan oleh perusahaan penerbit dan buku karya tulis Anda beredar secara luas dan dibaca oleh banyak orang serta Anda bisa memperoleh perlindungan dalam hal hak cipta.  Untuk itulah Anda perlu tahu tentang bagaimana sih prosedur dan tata cara pengurusan hak cipta guna melindungi karya tulis Anda dari bahaya pembajakan.  Berikut ini tulisan dari salah seorang penulis anggota Forum Penulis Kota Malang yang ingin berbagi pengalamannya dengan Anda.

Tahapan pendaftaran hak cipta:
1. Pembayaran permohonan hak cipta atas karya sebesar Rp.75.000,- melalui transfer ke no rekening BNI 19718067 a/n DITJEN HAKI. Bukti tranfernya difoto copy
2. Legalisir foto copy ktp dua lembar
3. Bila anda menggunakan nama samaran dalam karya anda sertakan surat pernyataan bahwa anda menggunakan nama samaran dan cantumkan juga nama asli anda sesuai ktp
4. Bila anda mencantumkan foto dalam karya anda sertakan surat pernyataan bahwa anda
5. Kunjungi situs www.DGIP.GO.ID  klik hak cipta dan print out formulir pendaftaran lalu isi lengkap formulir (diketik)
6. Print out karya anda sebanyak dua kali ( jilid buku) dan simpan karya juga data diri anda dalam bentuk cd sebanyak dua buah cd
7. Kirimkan persyaratan dibawah ini kepada :


DITJEN HAKI (Untuk Direktur Hak Cipta)
Jl. Daan Mogot KM 24 Tanggerang 15119 Banten
Catatan : Hak cipta secara resmi baru bisa dikeluarkan setelah 9 bulan semenjak pendaftaran.
 

Persyaratan yang dikirimkan:
1. Foto copy transfer bukti pembayaran satu lembar
2. Legalisir foto copy ktp dua lembar
3. Surat pernyataan penggunaan nama samaran
4. Surat izin penggunaan foto (jika mencantumkan foto dalam karya anda)
5. Formulir pendaftaran rangkap dua
6. Dua lembar print out karya
7. Dua buah cd berisi file karya dan data diri anda

Tata cara penerbitan :
· Daftar karya anda ke hak cipta
· Kirimkan karya ke penerbit yang berisi:
· Print out satu lembar dan satu buah CD berisi :
1. Naskah
2. Biodata
3. Kata pengantar/special to (jika ada)


***
(Dari sini)
(Dari sini)

Tokyo International Book Fair 2008

Start:     Jul 10, '08 10:00a
End:     Jul 13, '08 6:00p
Location:     Tokyo Big Sight
Dapet info ini dari Mbak Dina...Insya Allah bisa dateng, belum pernah liat pameran buku internasional di sini, sih...hehehe:D.
Detil lengkap dan pemesanan tiket (tiket kudu pesen dulu, euy!) bisa dilihat di sini .

Ada yang mau barengan ke sana?

Tuesday, May 27, 2008

Got 10 Minutes for Your Country?

Sebuah pidato yang sangat menggugah, tidak hanya bagi bangsa India, tapi juga bagi bangsa2 lain yang sedang mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintahan dan prihatin terhadap kondisi bangsanya yang "bermasalah".

Pada akhirnya, semua terpulang ke diri masing2, untuk ikut memperbaiki  diri, dengan harapan untuk mewujudkan bangsa yang lebih baik, sebagaimana yang tercantum dalam QS Ar-Ra'd, ayat 11:

"... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. ..."

Karena jika bukan bangsa tersebut yang memperbaiki negaranya sendiri, siapa lagi....


***

MY VISIONS OF INDIA

By Dr APJ Abdul Kalam

New Delhi, 17 October 2001

 

I have three visions for India. In 3000 years of our history people from all over the world have come and invaded us, captured our lands, conquered our minds. From Alexander onwards, the Greeks, the Turks, the Moguls, the Portuguese, the British, the French, the Dutch, all of them came and looted us, took over what was ours. Yet we have not done this to any other nation. We have not conquered anyone. We have not grabbed their land, their culture, their history and tried to enforce our way of life on them. Why? because we respect the freedom of others. That is why my first vision is that of FREEDOM. I believe that India got its first vision of this in 1857, when we started the war of independence. It is this freedom that we must protect and nurture and build on. If we are not free, no one will respect us.

My second vision for India is DEVELOPMENT. For fifty years we have been a developing nation. It is time we see ourselves as a developed nation. We are among the top 5 nations of the world in terms of GDP. We have 10 percent growth rate in most areas. Our poverty levels are falling. Our achievements are being globally recognized today. Yet we lack the self-confidence to see ourselves as a developed nation, self-reliant and self-assured. Isn't this incorrect?

I have a third vision. India must STAND UP to the world. Because I believe that unless India stands up to the world, no one will respect us. Only strength respects strength. We must be strong not only as a military power but also as an economic power. Both must go hand-in-hand. My good fortune was to have worked with three great minds. Dr. Vikram Sarabhai of the Dept of Space, Professor Satish Dhawan, who succeeded him and Dr Brahm Prakash, father of nuclear material. I was lucky to have worked with all three of them closely and consider this the great opportunity of my life.

I see four milestones in my career: ONE –– the 20 years I spent in ISRO. I was given the opportunity to be the project director of India's first satellite launch vehicle, SLV3, the one that launched Rohini. These years played a very important role in my life as a Scientist. TWO –– after my ISRO years, I joined DRDO and got a chance to be a part of India's missile programme. It was my second bliss when Agni met its mission requirements in 1994. THREE –– The Dept of Atomic Energy and DRDO had this tremendous partnership in the recent nuclear tests, on May 11 and 13, 1998. This was the third bliss. The joy of participating with my team in these nuclear tests and proving to the world that India can make it, that we are no longer a developing nation but one of them. It made me feel very proud as an Indian. The fact that we have now developed for Agni a re-entry structure, for which we have developed this new material, a very light material called carbon-carbon. FOUR –– one day an orthopaedic surgeon from the Nizam Institute of Medical Sciences visited my laboratory. He lifted the material and found it so light that he took me to his hospital and showed me his patients. There were these little girls and boys with heavy metallic callipers weighing over three Kg each, dragging their feet around. He said to me, “ Please remove the pain of my patients”. In three weeks, we made these Floor reaction Orthosis 300 gram callipers and took them to the orthopaedic centre. The children didn't believe their eyes. From dragging around a three kg load on their legs, they could now move around! These patients’ parents had tears in their eyes. That was my fourth bliss!

Why is the media here so negative? Why are we in India so embarrassed to recognize our own strengths, our achievements? We are such a great nation. We have so many amazing success stories but we refuse to acknowledge them. Why? We are the first in milk production. We are number one in remote sensing satellites. We are the second largest producer of wheat. We are the second largest producer of rice. Look at Dr. Sudarshan, he has transferred the tribal village into a self-sustaining, self-driving unit. There are millions of such achievements but our media is only obsessed with the bad news, failures and disasters.

I was in Tel Aviv once and I was reading the Israeli newspaper. It was the day after a lot of attacks and bombardments and deaths had taken place. The Hamas had struck. But the front page of the newspaper had the picture of a Jewish gentleman who in five years had transformed his desert land into an orchard and a granary. It was this inspiring picture that everyone woke up to. The gory details of killings, bombardments, deaths, were inside in the newspaper, buried among other news.

In India we only read about death, sickness, terrorism, crime. Why are we so NEGATIVE? Another question: Why are we, as a nation so obsessed with foreign things? We want foreign TVs, foreign shirts. We want foreign technology. Why this obsession with everything imported. Do we not realize that self-respect comes with self-reliance?

I was in Hyderabad giving this lecture, when a 14-year old girl asked me for my autograph. I asked her what her goal in life was? She replied, “I want to live in a developed India.” For her, you and I will have to build this developed India. You must proclaim, India is not an under-developed nation; it is a highly developed nation.

Allow me to come back with vengeance. Got 10 minutes for your country? YOU say that our government is inefficient. YOU say that our laws are too old. YOU say that the municipality does not pick up the garbage. YOU say that the phones don't work, the railways are a joke, the airline is the worst in the world, mails never reach their destination. YOU say that our country has been fed to the dogs and is the absolute pits. YOU say, say and say. What do YOU do about it?

Take a person on his way to Singapore. Give him a name –– YOURS. Give him a face –– YOURS. YOU walk out of the airport and you are at your International best. In Singapore you don't throw cigarette butts on the roads or eat in the stores. YOU are as proud of their Underground Links as they are. You pay $5 (approx. Rs.60) to drive through Orchard Road (equivalent of Mahim Causeway or Pedder Road) between 5 PM and 8 PM. YOU comeback to the parking lot to punch your parking ticket if you have over stayed in a restaurant or a shopping mall, irrespective of your status identity. In Singapore you don't say anything, DO YOU?

YOU wouldn't dare to eat in public during Ramadan, in Dubai. YOU would not dare to go out without your head covered in Jeddah. YOU would not dare to buy an employee of the telephone exchange in London at 10 pounds (Rs.650) a month to, "see to it that my STD and ISD calls are billed to someone else." YOU would not dare to speed beyond 55 mph (88 kmph) in Washington and then tell the traffic cop, "Jaanta hai sala main kaun hoon (Do you know who I am?). I am so and so's son. Take your two bucks and get lost."

YOU wouldn't chuck an empty coconut shell anywhere other than in the garbage pail on the beaches in Australia and New Zealand. Why don't YOU spit Paan on the streets of Tokyo? Why don't YOU use examination jockeys or buy fake certificates in Boston? We are still talking of the same YOU. YOU who can respect and conform to a foreign system in other countries but cannot in your own. You who will throw papers and cigarettes on the road the moment you touch Indian ground. If you can be an involved and appreciative citizen in an alien country why cannot YOU be the same here in India.

Once in an interview, the famous ex-municipal commissioner of Bombay Mr Tinaikar had a point to make. "Rich people's dogs are walked on the streets to leave their affluent droppings all over the place," he said. "And then the same people turn around to criticize and blame the authorities for inefficiency and dirty pavements. What do they expect the officers to do? Go down with a broom everytime their dog feels the pressure in his bowels? In America every dog owner has to clean up after his pet has done the job. Same in Japan. Will the Indian citizen do that here?" He's right.

We go to the polls to choose a government and after that forfeit all responsibility. We sit back wanting to be pampered and expect the government to do everything for us whilst our contribution is totally negative. We expect the government to clean up but we are not going to stop chucking garbage all over the place nor are we going to stop to pick a up a stray piece of paper and throw it in the bin. We expect the railways to provide clean bathrooms but we are not going to learn the proper use of bathrooms. We want Indian Airlines and Air India to provide the best of food and toiletries, but we are not going to stop pilfering at the least opportunity. This applies even to the staff, who are known not to pass on the service to the public.

When it comes to burning social issues like those related to women, dowry, girl child and others, we make loud drawing room protestations and continue to do the reverse at home. Our excuse? "It's the whole system which has to change, how will it matter if I alone forego my sons' rights to a dowry." So who's going to change the system? What does a system consist of? Very conveniently for us it consists of our neighbors, other households, other cities, other communities and the government. But definitely not me and YOU.

When it comes to us actually making a positive contribution to the system we lock ourselves along with our families into a safe cocoon and look into the distance at countries far away and wait for a Mr. Clean to come along and work miracles for us with a majestic sweep of his hand. Or we leave the country and run away. Like lazy cowards hounded by our fears we run to America to bask in their glory and praise their system. When New York becomes insecure we run to England. When England experiences unemployment, we take the next flight out to the Gulf. When the Gulf is war struck, we demand to be rescued and brought home by the Indian government. Everybody is out to abuse and rape the country. Nobody thinks of feeding the system. Our conscience is mortgaged to money.

Dear Indians, this heart –– pouring from a self-made great Indian is highly thought inductive, calls for a great deal of introspection and pricks one's conscience too....I am echoing J.F.Kennedy's words to his fellow Americans to relate to Indians..... "If you want to know what you can do for India; just DO WHAT HAS TO BE DONE TO MAKE INDIA -- WHAT AMERICA AND OTHER WESTERN COUNTRIES ARE TODAY". 

Lets do what India needs from us.


***

(Dikutip dari sini)

(Dari sini)

Got 10 Minutes for Your Country?

Sebuah pidato yang sangat menggugah, tidak hanya bagi bangsa India, tapi juga bagi bangsa2 lain yang sedang mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintahan dan prihatin terhadap kondisi bangsanya yang "bermasalah".

Pada akhirnya, semua terpulang ke diri masing2, untuk ikut memperbaiki  diri, dengan harapan untuk mewujudkan bangsa yang lebih baik, sebagaimana yang tercantum dalam QS Ar-Ra'd, ayat 11:

"... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. ..."

Karena jika bukan bangsa tersebut yang memperbaiki negaranya sendiri, siapa lagi....


***

MY VISIONS OF INDIA

By Dr APJ Abdul Kalam

New Delhi, 17 October 2001

 

I have three visions for India. In 3000 years of our history people from all over the world have come and invaded us, captured our lands, conquered our minds. From Alexander onwards, the Greeks, the Turks, the Moguls, the Portuguese, the British, the French, the Dutch, all of them came and looted us, took over what was ours. Yet we have not done this to any other nation. We have not conquered anyone. We have not grabbed their land, their culture, their history and tried to enforce our way of life on them. Why? because we respect the freedom of others. That is why my first vision is that of FREEDOM. I believe that India got its first vision of this in 1857, when we started the war of independence. It is this freedom that we must protect and nurture and build on. If we are not free, no one will respect us.

My second vision for India is DEVELOPMENT. For fifty years we have been a developing nation. It is time we see ourselves as a developed nation. We are among the top 5 nations of the world in terms of GDP. We have 10 percent growth rate in most areas. Our poverty levels are falling. Our achievements are being globally recognized today. Yet we lack the self-confidence to see ourselves as a developed nation, self-reliant and self-assured. Isn't this incorrect?

I have a third vision. India must STAND UP to the world. Because I believe that unless India stands up to the world, no one will respect us. Only strength respects strength. We must be strong not only as a military power but also as an economic power. Both must go hand-in-hand. My good fortune was to have worked with three great minds. Dr. Vikram Sarabhai of the Dept of Space, Professor Satish Dhawan, who succeeded him and Dr Brahm Prakash, father of nuclear material. I was lucky to have worked with all three of them closely and consider this the great opportunity of my life.

I see four milestones in my career: ONE –– the 20 years I spent in ISRO. I was given the opportunity to be the project director of India's first satellite launch vehicle, SLV3, the one that launched Rohini. These years played a very important role in my life as a Scientist. TWO –– after my ISRO years, I joined DRDO and got a chance to be a part of India's missile programme. It was my second bliss when Agni met its mission requirements in 1994. THREE –– The Dept of Atomic Energy and DRDO had this tremendous partnership in the recent nuclear tests, on May 11 and 13, 1998. This was the third bliss. The joy of participating with my team in these nuclear tests and proving to the world that India can make it, that we are no longer a developing nation but one of them. It made me feel very proud as an Indian. The fact that we have now developed for Agni a re-entry structure, for which we have developed this new material, a very light material called carbon-carbon. FOUR –– one day an orthopaedic surgeon from the Nizam Institute of Medical Sciences visited my laboratory. He lifted the material and found it so light that he took me to his hospital and showed me his patients. There were these little girls and boys with heavy metallic callipers weighing over three Kg each, dragging their feet around. He said to me, “ Please remove the pain of my patients”. In three weeks, we made these Floor reaction Orthosis 300 gram callipers and took them to the orthopaedic centre. The children didn't believe their eyes. From dragging around a three kg load on their legs, they could now move around! These patients’ parents had tears in their eyes. That was my fourth bliss!

Why is the media here so negative? Why are we in India so embarrassed to recognize our own strengths, our achievements? We are such a great nation. We have so many amazing success stories but we refuse to acknowledge them. Why? We are the first in milk production. We are number one in remote sensing satellites. We are the second largest producer of wheat. We are the second largest producer of rice. Look at Dr. Sudarshan, he has transferred the tribal village into a self-sustaining, self-driving unit. There are millions of such achievements but our media is only obsessed with the bad news, failures and disasters.

I was in Tel Aviv once and I was reading the Israeli newspaper. It was the day after a lot of attacks and bombardments and deaths had taken place. The Hamas had struck. But the front page of the newspaper had the picture of a Jewish gentleman who in five years had transformed his desert land into an orchard and a granary. It was this inspiring picture that everyone woke up to. The gory details of killings, bombardments, deaths, were inside in the newspaper, buried among other news.

In India we only read about death, sickness, terrorism, crime. Why are we so NEGATIVE? Another question: Why are we, as a nation so obsessed with foreign things? We want foreign TVs, foreign shirts. We want foreign technology. Why this obsession with everything imported. Do we not realize that self-respect comes with self-reliance?

I was in Hyderabad giving this lecture, when a 14-year old girl asked me for my autograph. I asked her what her goal in life was? She replied, “I want to live in a developed India.” For her, you and I will have to build this developed India. You must proclaim, India is not an under-developed nation; it is a highly developed nation.

Allow me to come back with vengeance. Got 10 minutes for your country? YOU say that our government is inefficient. YOU say that our laws are too old. YOU say that the municipality does not pick up the garbage. YOU say that the phones don't work, the railways are a joke, the airline is the worst in the world, mails never reach their destination. YOU say that our country has been fed to the dogs and is the absolute pits. YOU say, say and say. What do YOU do about it?

Take a person on his way to Singapore. Give him a name –– YOURS. Give him a face –– YOURS. YOU walk out of the airport and you are at your International best. In Singapore you don't throw cigarette butts on the roads or eat in the stores. YOU are as proud of their Underground Links as they are. You pay $5 (approx. Rs.60) to drive through Orchard Road (equivalent of Mahim Causeway or Pedder Road) between 5 PM and 8 PM. YOU comeback to the parking lot to punch your parking ticket if you have over stayed in a restaurant or a shopping mall, irrespective of your status identity. In Singapore you don't say anything, DO YOU?

YOU wouldn't dare to eat in public during Ramadan, in Dubai. YOU would not dare to go out without your head covered in Jeddah. YOU would not dare to buy an employee of the telephone exchange in London at 10 pounds (Rs.650) a month to, "see to it that my STD and ISD calls are billed to someone else." YOU would not dare to speed beyond 55 mph (88 kmph) in Washington and then tell the traffic cop, "Jaanta hai sala main kaun hoon (Do you know who I am?). I am so and so's son. Take your two bucks and get lost."

YOU wouldn't chuck an empty coconut shell anywhere other than in the garbage pail on the beaches in Australia and New Zealand. Why don't YOU spit Paan on the streets of Tokyo? Why don't YOU use examination jockeys or buy fake certificates in Boston? We are still talking of the same YOU. YOU who can respect and conform to a foreign system in other countries but cannot in your own. You who will throw papers and cigarettes on the road the moment you touch Indian ground. If you can be an involved and appreciative citizen in an alien country why cannot YOU be the same here in India.

Once in an interview, the famous ex-municipal commissioner of Bombay Mr Tinaikar had a point to make. "Rich people's dogs are walked on the streets to leave their affluent droppings all over the place," he said. "And then the same people turn around to criticize and blame the authorities for inefficiency and dirty pavements. What do they expect the officers to do? Go down with a broom everytime their dog feels the pressure in his bowels? In America every dog owner has to clean up after his pet has done the job. Same in Japan. Will the Indian citizen do that here?" He's right.

We go to the polls to choose a government and after that forfeit all responsibility. We sit back wanting to be pampered and expect the government to do everything for us whilst our contribution is totally negative. We expect the government to clean up but we are not going to stop chucking garbage all over the place nor are we going to stop to pick a up a stray piece of paper and throw it in the bin. We expect the railways to provide clean bathrooms but we are not going to learn the proper use of bathrooms. We want Indian Airlines and Air India to provide the best of food and toiletries, but we are not going to stop pilfering at the least opportunity. This applies even to the staff, who are known not to pass on the service to the public.

When it comes to burning social issues like those related to women, dowry, girl child and others, we make loud drawing room protestations and continue to do the reverse at home. Our excuse? "It's the whole system which has to change, how will it matter if I alone forego my sons' rights to a dowry." So who's going to change the system? What does a system consist of? Very conveniently for us it consists of our neighbors, other households, other cities, other communities and the government. But definitely not me and YOU.

When it comes to us actually making a positive contribution to the system we lock ourselves along with our families into a safe cocoon and look into the distance at countries far away and wait for a Mr. Clean to come along and work miracles for us with a majestic sweep of his hand. Or we leave the country and run away. Like lazy cowards hounded by our fears we run to America to bask in their glory and praise their system. When New York becomes insecure we run to England. When England experiences unemployment, we take the next flight out to the Gulf. When the Gulf is war struck, we demand to be rescued and brought home by the Indian government. Everybody is out to abuse and rape the country. Nobody thinks of feeding the system. Our conscience is mortgaged to money.

Dear Indians, this heart –– pouring from a self-made great Indian is highly thought inductive, calls for a great deal of introspection and pricks one's conscience too....I am echoing J.F.Kennedy's words to his fellow Americans to relate to Indians..... "If you want to know what you can do for India; just DO WHAT HAS TO BE DONE TO MAKE INDIA -- WHAT AMERICA AND OTHER WESTERN COUNTRIES ARE TODAY". 

Lets do what India needs from us.


***

(Dikutip dari sini)

(Dari sini)

Friday, May 23, 2008

Bisa Bahasa Inggris, ‘kan…?

Seorang gadis berseragam putih biru, seragam nasional SLTP di negeri ini, memasuki sebuah toko hewan peliharaan (pet shop). Ia langsung mendekati kandang seekor anak anjing gembala Jerman (biasa disebut herder), yang selama ini selalu dikaguminya dari luar toko tersebut.

Sang penjaga toko, seorang pria setengah baya, mendekati gadis itu.

Penjaga toko (PT)      : Ini herder asli, lho…induknya juga asli dari Jerman. Pemilik sebelumnya juga keluarga Jerman asli. Dia dijual karena mereka terpaksa balik ke negerinya…

Gadis SLTP (GS)          : Ooh…gitu ya… Lucu banget ya, Pak?

PT                       : Iya, sih…cuman sayangnya dia ngertinya bahasa Jerman doang, abis dari kecil dididik sama pemiliknya pake bahasa itu, sih! Adik bisa bahasa Jerman?

GS                    : Wah, nggak bisa, Pak…tapi masa dia nggak bisa bahasa Inggris, sih? Sedikiiiiit aja… cadel2 dikit juga gak papa, kok…saya masih ngerti, asal bukan bahasa Jerman aja… (sambil tetap memandangi kagum si herder dari luar kandang).

PT                            : …???

 

***

(Dari sini)







Nishi Chiba, 23 Mei 2008 (19.33 JST)

* Iseng… ide dari mimpi semalem…*

Bisa Bahasa Inggris, ‘kan…?

Seorang gadis berseragam putih biru, seragam nasional SLTP di negeri ini, memasuki sebuah toko hewan peliharaan (pet shop). Ia langsung mendekati kandang seekor anak anjing gembala Jerman (biasa disebut herder), yang selama ini selalu dikaguminya dari luar toko tersebut.

Sang penjaga toko, seorang pria setengah baya, mendekati gadis itu.

Penjaga toko (PT)      : Ini herder asli, lho…induknya juga asli dari Jerman. Pemilik sebelumnya juga keluarga Jerman asli. Dia dijual karena mereka terpaksa balik ke negerinya…

Gadis SLTP (GS)          : Ooh…gitu ya… Lucu banget ya, Pak?

PT                       : Iya, sih…cuman sayangnya dia ngertinya bahasa Jerman doang, abis dari kecil dididik sama pemiliknya pake bahasa itu, sih! Adik bisa bahasa Jerman?

GS                    : Wah, nggak bisa, Pak…tapi masa dia nggak bisa bahasa Inggris, sih? Sedikiiiiit aja… cadel2 dikit juga gak papa, kok…saya masih ngerti, asal bukan bahasa Jerman aja… (sambil tetap memandangi kagum si herder dari luar kandang).

PT                            : …???

 

***

(Dari sini)







Nishi Chiba, 23 Mei 2008 (19.33 JST)

* Iseng… ide dari mimpi semalem…*

Monday, May 19, 2008

The Story of Stuff with Annie Leonard

http://www.storyofstuff.com/
Video berdurasi 20 menit 40 detik ini berkisah tentang siklus sejak produksi hingga pasca konsumsi. Dijelaskan pula sekilas di sini, tentang peran pemerintah AS dalam "mengurangi kualitas lingkungan hidup" di negara2 dunia ketiga.
Ide pokoknya adalah peranan kita dalam memelihara lingkungan, melalui siklus ini.

Kidon Media-Link: 19306 newspapers and other news sources

http://www.kidon.com/media-link/index.php
Dapet ini dari Mas Ferry, link untuk berbagai media di berbagai negara, dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Arab dan Jepang.

The Story of Stuff with Annie Leonard

http://www.storyofstuff.com/
Video berdurasi 20 menit 40 detik ini berkisah tentang siklus sejak produksi hingga pasca konsumsi. Dijelaskan pula sekilas di sini, tentang peran pemerintah AS dalam "mengurangi kualitas lingkungan hidup" di negara2 dunia ketiga.
Ide pokoknya adalah peranan kita dalam memelihara lingkungan, melalui siklus ini.

Kidon Media-Link: 19306 newspapers and other news sources

http://www.kidon.com/media-link/index.php
Dapet ini dari Mas Ferry, link untuk berbagai media di berbagai negara, dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Arab dan Jepang.

Sunday, May 18, 2008

Pelestarian Lingkungan Hidup menurut Islam

 

Rangkuman dari berbagai sumber tentang pelestarian lingkungan hidup menurut Islam...

***

Pelestarian Lingkungan Hidup menurut Islam

Islam adalah Diin yang Syaamil (Integral), Kaamil (Sempurna) dan Mutakaamil (Menyempurnakan semua sistem yang lain), karena ia adalah sistem hidup yang diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, hal ini didasarkan pada firman ALLAH SWT : "Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan AKU cukupkan atasmu nikmatku, dan Aku ridhai Islam sebagai aturan hidupmu." (QS. 5 : 3). Oleh karena itu aturan Islam haruslah mencakup semua sisi yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya. Demikian tinggi, indah dan terperinci aturan Sang Maha Rahman dan Rahim ini, sehingga bukan hanya mencakup aturan bagi sesama manusia saja, melainkan juga terhadap alam dan lingkungan hidupnya[1].

 

Pelestarian alam dan lingkungan hidup ini tak terlepas dari peran manusia, sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana yang disebut dalam QS Al-Baqarah: 30 (“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”…). Arti khalifah di sini adalah: “seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah baik, kehidupan masyarakatnya harmonis, dan agama, akal dan budayanya terpelihara”[2]. Di samping itu, Surat Ar-Rahman, khususnya ayat 1-12, adalah ayat yang luar biasa indah untuk menggambarkan penciptaan alam semesta dan tugas manusia sebagai khalifah[3].

 

Ayat ini ditafsirkan secara lebih spesifik oleh Sayyed Hossein Nasr, dosen studi Islam di George Washington University, Amerika Serikat.  dalam dua bukunya “Man and Nature (1990)” dan “Religion and the Environmental Crisis (1993)”, yang disajikan sebagai berikut:

“……Man therefore occupies a particular position in this world. He is at the axis and centre of the cosmic milieu at once the master and custodian of nature. By being taught the names of all things he gains domination over them, but he is given this power only because he is the vicegerent (khalifah.) of God on earth and the instrument of His Will. Man is given the right to dominate over nature only by virtue of his theomorphic make up, not as a rebel against heaven.” Jelaslah bahwa tugas manusia, terutama muslim/muslimah di muka bumi ini adalah sebagai khalifah (pemimpin) dan sebagai wakil Allah dalam memelihara bumi (mengelola lingkungan hidup)[4].

 

Allah telah memberikan tuntunan dalam Al-Quran tentang lingkungan hidup. Karena waktu perenungan, hanya beberapa dalil saja yang diulas sebagai landasan untuk merumuskan teori tentang lingkungan hidup menurut ajaran Islam.


Dua dalil pertama pembuka diskusi ini bersumber pada Surat Al An’aam 101 dan Al Baqarah 30.

Dalil pertama adalah: “Allah pencipta langit dan bumi (alam semesta) dan hanya Dialah  sumber  pengetahuannya”. Lalu dalil kedua menyatakan bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Perlu dijelaskan bahwa menjadi khalifah di muka bumi itu bukan sesuatu yang otomatis didapat ketika manusia lahir ke bumi. Manusia harus membuktikan dulu kapasitasnya sebelum dianggap layak untuk menjadi khafilah.


Seperti halnya dalil pertama, dalil ke tiga ini menyangkut tauhid. Hope dan Young (1994) berpendapat bahwa tauhid adalah salah satu kunci untuk memahami masalah lingkungan hidup. Tauhid adalah pengakuan kepada ke-esa-an Allah serta pengakuan bahwa Dia-lah pencipta alam semesta ini. Perhatikan firman Allah dalam Surat Al An’aam 79:


“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan  Tuhan”

 

Dalil ke empat adalah mengenai keteraturan sebagai kerangka penciptaan alam semesta seperti firman Allah dalam Surat Al An’aam, dengan arti sebagai berikut, “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang..”


Adapun dalil ke lima dapat ditemukan dalam Surat Hud 7 yang menjelaskan maksud dari penciptaan alam semesta, “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,….Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya.”

 

Itulah salah satu tujuan penciptaan lingkungan hidup yaitu agar manusia dapat berusaha dan beramal sehingga tampak diantara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.


Dalil ke enam adalah kewajiban bagi manusia untuk selalu tunduk kepada Allah sebagai maha pemelihara alam semesta ini. Perintah ini jelas tertulis dalam Surat Al An’aam 102 yaitu, “..Dialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu”


Dalil ke tujuh adalah penjabaran lanjut dari dalil kedua yang mewajibkan manusia untuk melestarikan lingkungan hidup. Adapun rujukan dari dalil ini adalah Surat Al A’raaf 56 diterjemahkan sebagai berikut;

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya……..” Selanjutnya dalil ke delapan mengurai tugas lebih rinci untuk manusia, yaitu menjaga keseimbangan lingkungan hidup, seperti yang difirmankanNya dalam surat Al Hijr 19, ”Dan kami telah  menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.”


Dalil ke sembilan menunjukkan bahwa proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal dalam literatur barat sebagai: siklus Hidrologi.


Dalil ini bersumber dari beberapa firman Allah seperti Surat Ar Ruum 48, Surat An Nuur 43, Surat Al A’raaf 57, Surat An Nabaa’ 14-16, Surat Al Waaqi’ah 68-70, dan beberapa Surat/Ayat lainnya. Penjelasan mengenai siklus hidrologi dalam berbagai firman Allah merupakan pertanda bahwa manusia wajib mempelajarinya. Perhatikan isi Surat Ar Ruum: 48 dengan uraian siklus hidrologi berikut ini. Hujan seharusnya membawa kegembiraaan karena menyuburkan tanah dan merupakan sumber kehidupan.


Surat Ar Ruum 48 Siklus hidrologi


Mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan, dan aliran air ke sungai/danau/laut, Al-Qur’an dengan sangat jelas menjabarkannya. Evaporasi, adalah naiknya uap air ke udara. Molekul air tersebut kemudian mengalami pendinginan yang disebut dengan kondensasi. Kemudian terjadi peningkatan suhu udara, yang menciptakan hujan. Air hujan tersebut menyuburkan bumi dan kemudian kembali ke badan air (sungai, danau atau laut.


Ini dengan jelas digambarkan dalam Al-Qur’an surat ar-Ruum:48 yang berbunyi;

 “Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hambahamba-Nya yang dikehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.”


Sebagai khalifah, sudah tentu manusia harus bersih jasmani dan rohaninya. Inilah inti dari dalil ke sepuluh bahwa kebersihan jasmani merupakan bagian integral dari kebersihan rohani.


Merujuk pada Surat Al-Baqarah 222; “….sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri.” Serta Surat Al-Muddatstsir 4-5;  “..dan bersihkan pakaianmu serta tinggalkan segala perbuatan dosa.”


Meski slogan yang dikenal umum seperti “kebersihan adalah sebagian dari iman”, banyak diakui sebagai hadis dhaif, namun demikian, Rasulluah S.A.W. bersabda bahwa iman terdiri dari 70 tingkatan: yang tertinggi adalah pernyataan “tiada Tuhan selain Allah” dan yang terendah adalah menjaga kerbersihan. Jadi, memelihara lingkungan hidup adalah menjadi bagian integral dari tingkat keimanan seseorang. Khususnya beragama Islam.


Mengutip disertasi Abdillah (2001), Surat Luqman ayat 20 Allah berfirman, “Tidakkah kau cermati bahwa Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupanmu secara optimum. Entah demikian, masih saja ada sebagian manusia yang mempertanyakan kekuasaan Allah secara sembrono. Yakni mempertanyakan tanpa alasan ilmiah, landasan etik dan referensi memadai.”

Selain itu, Abdillah juga mengutip bahwa manusia harus mempunyai ketajaman nalar, sebagai prasyarat untuk mampu memelihara lingkungan hidup. Hal ini bisa dilihat Surat Al Jaatsiyah 13 sebagai berikut; “Dan Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Yang demikian hanya ditangkap oleh orang-orang yang memiliki daya nalar memadai.”


Dalil-dalil di atas adalah pondasi dari teori pengelolaan lingkungan hidup yang dikenal dengan nama “Teorema Alim” yang dirumuskan sebagai berikut:

Misi manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah memelihara lingkungan hidup, dilandasi dengan visi bahwa manusia harus lebih mendekatkan diri pada Allah.  Perangkat utama dari misi ini adalah kelembagaan, penelitian, dan keahlian. Adapun tolok ukur pencapaian misi ini adalah mutu lingkungan. Berdasarkan “Teorema Alim” ini, kerusakan lingkungkan adalah cerminan dari turunnya kadar keimanan manusia.


Rasulullah S.A.W. dan para sahabat telah memberikan teladan pengelolaan lingkungan hidup yang mengacu kepada tauhid dan keimanan. Seperti yang dilaporkan Sir Thomas Arnold (1931) bahwa Islam mengutamakan kebersihan sebagai standar lingkungan hidup. Standar inilah yang mempengaruhi pembangunan kota Cordoba. Menjadikan kota ini memiliki tingkat peradaban tertinggi di Eropa pada masa itu. Kota dengan 70 perpustakaan yang berisi ratusan ribu koleksi buku, 900 tempat pemandian umum, serta pusatnya segala macam profesi tercanggih pada masa itu. Kebersihan dan keindahan kota tersebut menjadi standar pembangunan kota lain di Eropa.


Contoh lain adalah inovasi rumah sakit dan manajemennya (Arnold, 1931). Pada masa itu manajemen rumah sakit sudah sedemikian canggihnya sebagai pusat perawatan dan juga pusat pendidikan calon-calon dokter. Rumah sakit tersebut sudah memiliki ahli bedah, ahli mata, dokter umum, perawat, dan administrator. Tercatat 34 rumah sakit yang tersebar dari Persia ke Maroko serta dari Siria Utara sampai ke Mesir. Rumah sakit pertama yang berdiri di Kairo pada tahun 872 Masehi, bahkan beroperasi selama 700 tahun kemudian. Inovasi bidang kesehatan ini bahkan berkembang sampai pada penemuan ambulan atau menurut Arnold (1931) sebagai “traveling hospital”.

 

Teorema Alim ini mengandung dua unsur yaitu misi dan tolok ukur. Misi dapat diemban apabila diiringi visi mendekatkan diri pada Allah dan dibekali ketajaman nalar, yaitu kelembagaan, keahlian, dan kegiatan. Tolok ukur yang jelas adalah mutu lingkungan hidup di Indonesia sebagai  rambu-rambu untuk menilai keberhasilan pelaksanaan misi manusia yaitu mencegah bumi dari kerusakan lingkungan.

 

Dapat dikatakan Indonesia telah memiliki perangkat yang cukup untuk mencapai misi yaitu kelembagaan dalam bidang lingkungan hidup (Menteri Negara Lingkungan Hidup, Pusat Studi Lingkungan Hidup, dan lainnya), tak terbilang jumlah doktor yang mendalami ilmu lingkungan, serta intensitas yang tinggi dalam penelitian lingkungan. Namun simaklah sekali lagi berbagai persoalan lingkungan hidup di Indonesia berikut ini. Menatap langit di sepanjang jalan Sudirman, seorang awam sudah tahu bahwa udara Jakarta memang beracun. Penyakitpun datang silih berganti, dan kali ini penyakit mematikan seperti HIV, SAR, demam berdarah, dan flu burung berjangkit di mana-mana.


Terlebih lagi air sungai sungguh sangat kotor karena pembuangan sampah padat. Sungai Ciliwung, misalnya, setiap hari menampung 1,400 M3 sampah (Kompas, 1996). Hal ini berarti bahwa kurang lebih 200-400 truk membuang sampah padat ke sungai tersebut setiap harinya! Pelayanan air minum juga sangat rendah. Alim (2005) melaporkan bahwa baru sekitar 40 persen penduduk mendapat pelayanan air bersih, dan dari total volume air yang disalurkan hanya 20% yang layak digunakan karena umumnya air yang sampai ke rumah masih berlumpur.

 

Hal ini diperburuk oleh kondisi pemerintahan di Indonesia karena aparat yang ingkar amanah. Salah satu contoh kebohongan pemerintah adalah kasus kebakaran hutan. Soentoro (1997) melaporkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997 telah menghanguskan 1 juta hektar hutan, nyatanya pemerintah melaporkan 300,000 hektar saja. Masalah tidak transparannya birokrasi sudah lama mengganjal jalannya roda pemerintahan.


Sudah jelas bahwa ketajaman nalar yang tidak diiringi oleh kadar keimanan tinggi serta jauhnya umat Islam dari Allah, telah menciptakan masalah lingkungan hidup.

 

Menyadari runyamnya masalah lingkungan hidup, langkah pertama pemecahannya adalah peningkatan “ukhuwah” (kerjasama) antar ilmuwan dan alim-ulama agar bahu-membahu mampu mengemban amanat Allah untuk memelihara bumi. Salah satu hasil kerjasama tersebut adalah program pelatihan bagi para tokoh agama untuk memperdalam wawasan lingkungan hidup. Solusi jangka pendek lainnya adalah penyusunan program pemeliharaan lingkungan sebagai materi khutbah jumat, serta penerbitan fatwa untuk menghentikan pencemaran sungai.


Untuk jangka panjang perlu digarap sektor pendidikan dimana perlu dikembangkan bidang ilmu ataupun kurikulum yang menjadian ilmu pelestarian lingkungan hidup adalah bagian integral dari kajian ajaran Islam. Pengembangan disiplin ini juga perlu mempertimbangkan ukhuwah yang bersifat internasional, karena persoalan lingkungan hidup juga telah membebani negara muslim lainnya. Dengan pendidikan akan tumbuh kesadaran bahwa lingkungan hidup bukan bidang yang menjadi monopoli peradaban barat, tetapi merupakan bagian integral dari keimanan[5].

Salah satu contoh pendekatan pelestarian lingkungan melalui Al-Qur’an dan Al-Hadits yang berhasil adalah di Tanzania. Bekerjasama dengan CARE-organisasi bantuan untuk memberantas kemiskinan di dunia-IFEES menggelar pertemuan dengan para pemuka agama dan para nelayan untuk mendiskusikan bagaimana hubungan antara ayat-ayat yang ada dalam al-Quran dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran serta hadist, mereka berusaha meyakinkan para nelayan untuk tidak lagi menggunakan dinamit, jala dan tombak ketika menangkap ikan.

IFEES juga bekerjasama dengan Misali Island Conservation (MICA)-lembaga yang bergerak dalam perlindungan terumbu karang-untuk melatih para imam-imam masjid di Tanzania agar mampu menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan lewat khutbah-khutbah Jumat mereka. IFEES yang berbasis di Inggris, adalah salah satu organisasi yang pada tahun 1998 meluncurkan proyek penyadaran kelestarian lingkungan dengan menggunakan basis ajaran Islam. "Kami mencari ajaran-ajaran yang sudah terlupakan itu dan mengumpulkannya kembali dalam bentuk yang modern, " kata Khalid.

"Saya sekarang tahu bahwa cara saya menangkap ikan selama ini sudah merusak lingkungan. Konservasi ini bukan dari mzungu (kata untuk menyebut orang kulit putih dalam bahasa Swahili, yang digunakan di seluruh Afrika Timur-red), tapi dari al-Quran, " ujar Salim Haji, seorang nelayan di sebuah pulau kecil. Proyek ini membuahkan hasil setahun setelah diluncurkan, terutama di Misali dan kepulauan Zanzibar yang didominasi warga Muslim. Saat ini, banyak nelayan di Misali yang sudah mengganti alat penangkap ikannya dengan alat yang lebih ramah lingkungan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.[6]

***

*Nishi Chiba, 17 Mei 2008*

(Dari sini)

[1] Nabiel Fuad Al-Musawa. Islam dan Lingkungan Hidup, Kota Santri.com, Publikasi 13-05-2005 @ 18:06

[2] Dr. M. Quraish Shihab, MEMBUMIKAN AL-QURAN Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Penerbit Mizan, Cetakan 13, 1996  

[3] Fazlun M. Khalid, pendiri Islamic Foundation for Ecology and Environmental Sciences (IFEES) di Birmingham, Inggris. Islam dan Lingkungan Hidup, Green Press Network, 20 November 2007

[4] Dr. Ir. Yusmin Alim, MSc. Lingkungan dan Kadar Iman Kita, Hidayatullah.com, 27 Juni 2006

[5] Dr. Ir. Yusmin Alim, MSc. Lingkungan dan Aksioma Kerakusan, Hidayatullah.com, 4 Juli 2006

[6] Al-Quran dan Hadist Terbukti Ampuh Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup, Eramuslim, 1 November 2007