Saturday, December 22, 2007

Kasih Ummi… Susah untuk Dipahami

Setiap kali aku membayangkan sosok Ummi, semakin bertambah kekaguman dan ketidakmengertianku padanya. Ummi yang kukenal, adalah seorang wanita yang sangat lemah lembut dan sabar. Namun di satu saat, ia bisa begitu marah kepada seseorang, ketika kakakku (yang baru berusia 4 tahunan saat itu) nyaris dicederainya.

Ummi juga sangat takut dengan ulat, ulat bulu, dan teman-temannya. Namun ia selalu dengan rela bertarung dengan para ulat itu, demi sambel goreng pete kesukaan adikku, ataupun sayur brokoli kegemaranku.

Ummi yang sangat takut melihat darah, dengan sabar dan tanpa mengeluh membersihkan darah yang mengucur dari daun telingaku, ketika sobek karena tersangkut bangku saat berayun-ayun di kelas 1 SD dulu.

Ummi yang penyuka pedas, dengan senang hati selalu membuatkan masakan khusus bagi Abi dan aku yang tidak tahan pedas, dan kemudian menyediakan menu pedas bagi dirinya dan kakak-adikku. Belakangan baru kutahu, betapa susahnya untuk menyediakan kedua jenis masakan itu, dengan rasa yang tetap nomor satu!

Ummi yang tidak mampu berpuasa setelah terkena stroke, selalu bangun dan menyiapkan sahur untuk kami, walaupun kami sudah berkali-kali melarangnya. “Pengen nemenin,”begitu jawabnya, sambil menemani kami sahur bersama dan menonton acara pengantar sahur di TV.

Ummi yang kaki kanannya agak lemah sejak terkena osteoporosis, tetap bersikukuh untuk memasak bagi anak-anaknya. “Makanan beli rasanya nggak enak, mending masak sendiri saja, lebih sehat,”begitu dalihnya, ketika kami selalu melarangnya, dan menganjurkan untuk beli makanan di warung sekitar saja.

Ummi yang terbiasa tidur malam agak awal, selalu terjaga dan setia menanti bila aku pulang larut dari kantor, walaupun sudah kutelepon sebelumnya. “Nggak bisa tidur kalau kamu belum pulang, takut ada apa-apa,”begitu katanya, setiap kami menganjurkan supaya tidur saja tanpa menungguku, karena adik/kakak yang terbiasa tidur larut pasti akan membukakan pintu untukku.

Ummi yang kini hanya terbaring di tempat tidur, selalu bertanya tanpa suara, apakah kami sudah makan atau belum. Bila kami jawab sudah, maka senyumnya akan mengembang, dan berlanjut dengan pertanyaan,”Makan apa?” Bila jawaban belum yang terucap, maka dahinya mendadak berkerut tanda tak suka, dan berucap lagi,”Kenapa?” Hingga jawaban,”Nanti dulu, masih kenyang,” atau,”Sebentar lagi, nungguin makanan datang,” akan kembali menghilangkan kerut di dahinya.

Ummi, ah… Ummi… begitu besar cintamu kepada kami, terlalu besar untuk dapat dipahami, dan tak mungkin terbalas oleh cinta kami. Terima kasih saja tak akan pernah cukup untuk menghargai setiap bening cintamu. Hanya sebaris doa yang dapat kuucapkan, Semoga Allah SWT selalu melimpahkan yang terbaik bagimu, dan menempatkanmu dalam lindungan-Nya.

***

Nishi Chiba, 22 Desember 2007 (18.03 JST)

Selamat Hari Ibu, bagi seluruh ibu di mana pun berada…semoga berkah Allah selalu melimpah, bagi seluruh cinta yang senantiasa terluah