Friday, February 08, 2008

Akibat Orang Bunuh Diri


Di Jumat pagi yang cerah bin anget ini, aku pergi ke kampus, untuk jadwal ketemuan dengan kedua pembimbingku, biasa kusebut Pakdhe untuk pembimbing senior, dan Paklik untuk yang yunior. Walaupun total perjalanan hanya sekitar 90 menit, namun seperti biasa, aku berangkat dari rumah 2 jam sebelumnya, supaya sempat istirahat sebentar sebelum presentasi ke Pakdhe dan Paklik ini.

Tiba di stasiun, ternyata KA Sobu Local§ langgananku, satu2nya jalur KA yang melewati stasiun ini, baru saja berangkat (kebiasaan burukku, gak pernah ngapalin jadwal KA, hehehe). Jadilah menunggu yang berikutnya, 08.15. Berhubung ini stasiun kedua dari awal di jalurnya, jadi aku masih bisa duduk. Ketika meninggalkan Inage, 1 stasiun setelahnya, terdengar pengumuman, bahwa Sobu Rapidª tidak bisa beroperasi karena ada jinshin (=tubuh manusia) di rel KA Shin Koiwa.

Spontan aku berpikir, ‘Wah, pagi2 ada yang bunuh diri, nih!’ Memang bukan hal aneh, karena tingkat bunuh diri dengan cara loncat ke jalur KA ini sudah sering terjadi di Jepang. Namun dampaknya baru terasa di stasiun berikutnya. Kabarnya memang jalur rapid sering jadi sasaran, karena matinya cepet, lah wong KA-nya kenceng banget, jeee.

Karena jalur dari Chiba ke Tokyo hanya dilalui oleh Sobu Rapid dan Local ini, otomatis penumpang Sobu Rapid yang jauh lebih banyak ini menumpuk di Local! Walhasil, di setiap stasiun, terjadi kelambatan dalam menutup pintu, karena selalu saja ada orang yang terjepit…saking penuhnya! Akhirnya kuputuskan untuk mengirim e-mail ke Pakdhe dan Paklik, memberitahukan keterlambatanku. Namun kegiatan mengetik e-mail singkat di HP-ku itu bolak-balik terpotong, karena setiap ngerem, tubuh si wanita Jepun di depanku terdorong ke arahku!

Sementara itu, di sepanjang perjalanan, sang masinis berulang kali mengumumkan tentang tidak beroperasinya KA Sobu Rapid ini, diikuti permohonan maaf karena keterlambatan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya, dalam Bhs. Jepun kromo inggil, alias super sopan. Dan di setiap stasiun, jumlah penumpang bertambah buuanyaaak hingga penuh sesak, karena memang sedang jam sibuk, dan penumpang yang turun jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang naik. Saking sesaknya, sampai2 wajah wanita Jepun yang berdiri di depanku hanya berjarak sekitar 20 cm dari wajahku, dan rambutnya yang sepunggung menyentuh alisku! Berulang kali dia meminta maaf padaku, karena setiap KA ngerem mendekati stasiun, badannya terdorong ke arahku, hingga ia terpaksa bertumpu pada jendela di belakangku!

Kejadian ini semakin parah di stasiun2 berikutnya, hingga sampailah di tempat perhentianku, Akihabara, untuk pindah, melanjutkan sisa perjalanan dengan subway. Di sinilah, baru orang berhamburan turun! Saking banyaknya yang turun, sampai2 beberapa orang pria Jepun terdengar marah2 dan membentak orang di dekatnya. Hehehe…ironis banget, yang bapak2 pada marah2, sementara ibu2 di KA tadi banyak sekali yang bolak-balik terdengar minta maaf! Memang di sini jadi keliatan aslinya, sih… orang2 yang stres karena mengejar waktu ke tujuannya masing2.

Aku sendiri? Hmm, terus terang agak tenang karena sudah mengirim e-mail tadi, walaupun untuk pertama kalinya dalam hidupku (OK, hiperbolanya kumat lagi, deh), aku menuruni eskalator tanpa berdiri diam di salah satu anak tangga seperti biasanya, tapi langsung melaju, berjalan ke bawah, karena KA ini sudah telat 20 menit dari biasanya.

Di jalur subway, penumpang sudah agak lengang, maklum saja … sudah lewat pk. 09.30. Pfiuh…lega, dapet tempat duduk dengan tenang. Akhirnya aku tiba di ruangan Pakdhe pk.10.25, telat 10 menit dari jadwal. Sambil menunggu Paklik, Pakdhe menanyakan penyebab berhentinya KA tadi.  Saat kubilang ada yang bunuh diri, Pakdhe langsung mengangguk2… ,”Aa, osoroshi (=bunuh diri), ka? It happened a lot lately….” Dan presentasiku pun dimulai, setelah 5 menit kemudian Paklik datang dengan terengah2, karena ternyata dia telat juga! Aku lupa, Si Paklik ini tinggalnya di Chiba juga. Ternyata kemaren KA-nya telat pula, kata Paklik (hehehe, maap Paklik, kemaren daku nggak ngampus sih, jadi nggak tahu, deh).

***

Jadi terpikir, kenapa orang2 itu pada suka bunuh diri di tempat umum begini, ya? Apa nggak terpikir olehnya, betapa banyak kerugian yang ditimbulkannya? Tidak hanya bagi orang lain, tapi juga bagi keluarganya, karena kabarnya sang ahli waris dikenakan denda sekitar 300 ribu yen untuk “pembersihan” TKP ini (walaupun kata seorang teman, ini tergantung dari tingkat kerusakan dan urgensi TKP-nya). Bagi yang bersangkutan, bunuh diri berarti penyelesaian masalah (karena mayoritas bangsa Jepun tidak mengenal konsep kehidupan pasca kematian, atau pun surga neraka), tapi mengapa tidak bunuh diri yang “aman” saja, dalam arti di rumah sendiri, tidak di tempat umum, sehingga mengganggu orang lain?

Selain itu, lepas dari konsep agama mana pun yang jelas2 melarang bunuh diri, terus terang aku paling tidak setuju dengan konsep bunuh diri di Jepang, yang katanya dulu merupakan lambang keberanian. Pernah nonton Letters from Iwo Jima? Di situ terlihat sekali bahwa bunuh diri ini sebenernya “sikap pasrah yang dikemas dengan baik, menjadi heroik”. Pasrah, karena tanpa usaha. Karena di sini ditunjukkan, daripada bertempur dengan jumlah sedikit dan akhirnya kalah juga, mendingan bunuh diri rame2 aja sebelum kalah telak!

Wah, maaf2 saja… buatku itu sih terdengar lebih sebagai pengecut berjamaah daripada pemberani! Pejuang pemberani, buatku adalah yang berjuang sampai titik darah penghabisan, apapun hasilnya nanti. Yah, tawakkal (berserah diri pada Allah) itu muncul setelah adanya usaha maksimal, bukan sebelumnya. Jika tanpa usaha, itu pasrah namanya.

Pada akhirnya, kembali ke konsep asal: kalau tidak bisa membuat, jangan merusak yang ada… jadi kalau tidak bisa menghidupkan diri sendiri, jangan pernah merasa berhak untuk menghilangkan nyawa dari diri ini; karena hanya yang menghidupkan sajalah, yang juga berhak untuk mematikannya.

*****

(KA Sobu Local di Sta. Suidobashi)

Nishi Chiba, 8 Februari 2008 (20.08 JST)

* Saigo made gambarimashooou…! (= Mari berjuang sampai titik penghabisan!)

 



§ Local = KA yang berhenti setiap stasiun (=hakuekiteisha).

ª Rapid = KA yang hanya berhenti di stasiun tertentu saja (=kaisoku), jadi waktu tempuhnya lebih cepat dari local.