Gara2 kejenuhan tingkat tinggi minggu2 kemaren, akhirnya aku menuruti kata temen2. Ini pun setelah curhat ke berbagai media, baik elektronik maupun verbal (*halah…hiperbola skalee). Kesimpulannya sih cuman dua: 1) kejenuhanku itu karena selama ini cuman heboh ngurusin riset doang, jadi bosen, deh..nggak ada pergantian suasana (ya iyalah, wong ngerjainnya di rumah terus, karena programku nggak boleh diinstal di komputer kampus … kampus yang aneh); dan 2) karena kerjaan monotonik (bukan isotonik…, eh ini minuman apa kerjaan, sih?), jadinya faktor kepepet nggak ada sama sekali. Lho, apa hubungannya? Erat sekali temen2, karena bonek yang satu ini selalu ngerjain sesuatu pas udah kepepet…nggak tau kenapa, kalo udah kepepet, para ide dan ilham itu saling bermunculan, padahal sebelum2nya dipancing2 nggak muncul2 juga, entah duduk manis di mana.
Nah, akhirnya, berhubung baito (=kerja part time) membutuhkan ijin Sensei, dan ini akan berakibat pada terperangkapnya daku untuk baito di kampus (yang sangat kuhindari, karena ini tidak memecahkan masalah 1: pergantian suasana), maka aku beralih ke kursus gratis. Kursus apa yang banyak tersedia gratis di sini kalau bukan… yap, Nihongo (Bhs. Jepun)!
Jadilah tgl. 10 Des., dengan niat kembali ke asalnya (belajar Jepun yang baik dan bener), aku dianter Jeng Cici dengan bersepeda ke OSF, dan disarankan pihak OSF untuk ikut kelas Selasa jam 15.00 (hari itu juga), buat Intermediate level (*ehem*, jadi nggak enak ati, nih…si buta huruf masuk intermediate). Gara2nya pas daftar ditanya2, pernah kursus kapan dan di mana. Yah, kujawab aja, di Saidai, th. 2001, Intermediate level.
Di sini juga ada kelas percakapan (=kaiwa), setiap Jumat, dan Jumat itu adalah kelas terakhir, jadi menunya eh, acaranya adalah cake decorating! Waduuuh, pengen banget, sayangnya ini bentrok dengan jadwal ke
Setelah itu, aku langsung ke Sencity, sementara Jeng Cici kembali ke rumah, menjemput para ananda tercinta. Di sini niatnya juga masih kukuh: sinau Nihongo gratis di CCIA, alias
Jadilah sepeda kutinggalkan di eki, karena daku belum bisa bersepeda satu tangan sambil megang payung ala orang Jepun. Eh, pernah juga kulihat orang Jepun sepedaan sambil megang payung, terus tangan lainnya mencet2 HP…jadi si setang dibiarkan bergerak dengan sendirinya, di tengah jalan yang licin dan basah! Hebat emang orang Jepun ini…kemampuan bersepedanya advanced banget.
Jadilah aku ke OSF dengan langkah setengah melayang (hiperbola lagi, pastinya), takut telat di kelas pertama. Ternyata aku kecepetan 10 menit, dari eki ke OSF cuman makan waktu kurang dari 15 menit!
Begitu dikenalkan dengan si Sensei, sebut saja Pak Tanaka, aku langsung bilang kalau kanji-ku sudah raib semua, sekaligus mohon maaf kalau memperlambat kelas gara2 itu nantinya…hehehe…trik lama, sebelum kena, pengakuan dosa dulu, deh. Untungnya si Bapak pengertian banget, dan langsung nebak,”Kuliahnya Bhs. Inggris, ya?” Yah, mana ada orang buta huruf kanji padahal udah 2 tahun sekolah di Jepun, kalo nggak pake English.
Begitu dibagiin buku (ini cuman dipakai selama kursus, tidak boleh dibawa pulang), yang ada aku langsung bengong, karena judul bukunya aja aku nggak bisa baca, wong pake kanji semua. Dan yang lebih parah lagi, temen sekelasku ternyata 2 orang wanita, dari
Nah, tanpa ba bi bu lagi, begitu kita berempat ngumpul, si Bapak langsung nyuruh buka halaman 105, dan aku kebagian jawab soal pertama!! Wadooow, baca perintahnya aja nggak bisa (in kanji, pastinya), lah kok disuruh jawab. Untungnya, dengan nebak2, eh ternyata bener, hihihi…slamet, deh. Si Bapaknya baik banget, berhubung di awal kalimat ada kanji, jadi dia bacain kanjinya, setelah itu aku baca sendiri, dan agak2 kaget juga, ternyata daku masih lumayan inget hiragana dan katakana, hehehe (*senyum jail mode on*).
Lucunya, belakangan si Bapak ini jadi barterin aku dengan temen2 lain. Maksudnya gini, kalo pas baca kanji, salah satu dari mereka suruh bacain, terus pas ngartiin kalimat itu pake English ke mereka, gantian daku yang ditunjuk (padahal aku juga masih nebak2, soalnya kalo ngartiin letterlijk sih, jelas gak mudheng, hehehe…). Jadinya, Alhamdulillah…bisa merasa agak enjoy di kelas ini, deh!
Walhasil, pulanglah daku dengan gembira, walaupun karena saat pulang sudah gelap, ba’da Maghrib, jadilah penyakit lamaku kumat: nyasar dengan sukses! Mana pas hujan pula, jadi nyari orang buat ditanya agak susah, wong lagi winter dan hujan begini, pastinya orang males keluar rumah. Untungnya tak lama ada seorang ibu setengah baya yang lagi heboh ditarik2 oleh anjing Siberia-nya yang lincah. Waktu bertanya ke si ibu arah ke Chibadai, eh, malah diajak jalan bareng sampe ke tujuan, syukurlah.
Sambil jalan, aku bertanya2 tentang si
***
Lain lagi kisah di CCIA kemaren, di mana kursusnya one on one. Senseinya seorang ibu, sebut saja Ibu Shimada. Setelah berkenalan, si Ibu nanya riwayat perjepunanku. Kujawab dulu pernah kursus sampe tamat Shin Nihongo No Kiso II (kebetulan buku ini kubawa dan kutunjukkan padanya). Pas nanya lagi, jadi aku pengennya kursus kayak gimana? Akhirnya kujawab aja, dulu pernah ikutan JLPT (Japanese Languange Proficiency Test) Prediction, karena kursus dulu cuman sampe September, sementara JLPT hanya diadakan setiap Desember (halah, emang TOEFL kali ya, pake Prediction segala, hihihi), untuk 3-kyu, dan lewat (walaupun skornya mepet abis, passing grade 60%, daku cuman 62%, pokoknya kan lulus, hihihi). Jadi ya, pengen nyoba JLPT beneran untuk 2-kyu, deh…(uhuy…sombong betul si bonek ini, buta huruf aja mimpi lulus 2-kyu).
Jadilah kami berdua ke staf CCIA lagi, nanya buku untuk persiapan 2-kyu, dan ternyata nggak ada. Setelah berkali2 aku bilang kalau itu terjadi 6 tahun lampau, hampir semuanya lupa, jadi pengen mengingat lagi, barulah si Mbak CCIA ini memberikanku buku Minna No Nihongo II.
Ibu Shimada panik pas buku itu dapat kubaca dan kuselesaikan soal2nya (di bab2 awal) dengan lancar. “Kantan sugiru, desu ne…dou shimasou ka?” (Kelewat gampang, ya…jadi enaknya gimana, dong?) Aku jadi bingung sendiri.
Ya iyalah, kalau cuman baca hiragana dan mengganti contoh yang ada dengan kata2 lainnya atau menjodohkan, semua orang juga bisa lancar, lagi! Yang susah
Akhirnya aku bilang aja, pengen belajar kanji, karena hampir semuanya raib. Dan si ibu dengan bersemangat mengeluarkan bukunya, pelajaran kanji untuk…kelas 1 SD! Hihihi…kebanting abis, deh…grammar boleh intermediate, tapi kanji mah…super duper basic, gimana si Ibu nggak pusing.
Untungnya, ternyata kanji di 1 SD itu cuman angka 1-10 dan kanji dasar seperti yama (gunung), kawa (sungai), dkk., sehingga dalam waktu kurang dari 1 menit, aku langsung naik kelas, pake buku kanji untuk 2 SD, hehehe! Naek kelasnya cepet bener deh, Bu! Akhirnya si Ibu, setelah berpikir keras, mengusulkan untuk berlatih soal2 JLPT 2-kyu di kelas berikutnya, yang langsung kusambut dengan senang hati…iya lah, yang pasti2 gitu aja, deh.
Jadilah sekarang hari2ku lebih berwarna…cieee…ada Ibu Shimada dengan persiapan 2-kyu, ada Pak Tanaka dengan terjemahan kalimat dadakan ke English, dan pastinya… ada setoran yang tak kunjung padam, hehehe…. Semoga saja lancar semuanya…supaya si bonek ini tidak lagi ngerepotin orang2 dengan problem perjepunannya.
***
Nishi Chiba, 21 Desember 2007 (00.17 JST)
Katakana (dari sini)