Ini kisah saat merapat di Narita habis mudik tanggal 23 November 2007. Jadi begini latar belakangnya. Sejak dari Cengkareng, aku sudah heboh ngusung2 si Ai (koperku yang warna abu-abu dan item…hehehe, gak kreatip banget ngasih namanya, yak). Si Ai ini batas maksimalnya cuman 30 kg, tapi baru kali ini dia “kupaksa” membawa 35 kg, karena beratnya buku2 dan stok bumbuku untuk setahun ke depan. Lho, kok nekat? Tenang, tenang… berhubung daku ikutan program mileage dan sudah dapet medali perak, alias silver card, jadinya dapet rejeki bagasi 40 kg deh (bonus 10 kg, hehe), walaupun tiket kelas ekonomi (pastinya, pelajar gitu lho).
Nah, pas di Cengkareng (CGK), berhubung adikku yang nganter nggak boleh masuk, sejak dari awal masuk ke scanning bagasi, aku harus selalu minta maaf dan tolong ke petugas, buat bantuin ngangkat si Ai ini. Entah kenapa, kalo nggak ngomong, kok beliau2 ini cuman berdiri aja sambil ngeliatin aku “berantem” sama Ai ini… apa dipikirnya aku Xena kali ya, super kuat, hihihi.
Nggak cuman itu, pas giliran ngiket bagasi pun, mereka gak nawarin bantuan sama sekali, malah dengan tenangnya bilang,”Yak, sini Bu, taruh sini kopernya, Bu…” Dengan menyabarkan hati aku jawab, “Maaf, Pak berat nih, bisa tolong dibantu?” Baru deh, mas2 yang berdiri di deket mesin itu bergerak, tadinya cuman ngeliatin doang, soalnya yang mengoperasikan si pengiket itu bukan dia, tapi si Bapak yang nyuruh naruh koper tadi, biyuuh . Eh, pas ngangkat, baru deh si mas ini komentar, “Wah, berat banget nih Bu, kelebihan, ya? Ditimbang, nggak di rumah?” “Ditimbang kok, udah pas,”kataku…(ya,
Dari situ, barulah check in. Dari jauh si Mas udah menyapaku,”Selamat malam, Ibu Fithri, ke
Terus giliran menimbang. Kembali kasus berulang, minta tolong angkatin si Ai. Dan yang nolongin, kembali si Mas yang dari tempat ngiket tadi, soalnya si Mas ini
Singkat cerita, sampelah aku di NRT keesokan harinya. Ketika masuk bagian imigrasi, bagian re-entry permit holders dipisah lagi menjadi 2: Foreign passport dan
Saat tiba giliranku, aku masih celingukan mencari tempat fotonya. Yang terbayang di benakku adalah seperti kita bikin SIM di Jakarta, stempel 10 jari plus difoto langsung di sebuah tempat. Ketika menunduk mencari sesuatu di tas, si Mbak Jepun ini bilang dalam Bhs. Inggris,”Tolong liat ke atas, ya, saya mau nyocokin dengan paspor.” Terus dia menyuruhku menaruh kedua jari telunjuk ke mesin kecil di sudut kananku. Ah, ternyata ini mesin sidik jarinya! Digital pastinya, gak belepotan tinta, hehehe. Si Mbak, sambil melihat ke kirinya, sibuk memberi instruksi lagi padaku, ke kanan, ke atas dikit, tahan dikit, dan saat itulah…aku melihat mesin foto digital yang ternyata bersatu dengan si sidik tadi. Yah, Mbak, kenapa sih nggak bilang aja “Liat sini, ya!”sambil nunjuk ke lensa kamera. Jadilah semuanya kelar dalam waktu kurang dari semenit.
Ambil bagasi, dan hal yang kutakutkan sejak di CGK akhirnya terjadi juga: pegangan si Ai lepas! Padahal cuman mindahin dari ban berjalan ke troli, mana dibantuin pula sama Bapak2 dari
Setelah menanyakan harga dan waktu tiba di tujuan, si Mbak dari perusahaan pengiriman ini langsung mengambil si Ai di handel yang nempel setengah tadi, dan berteriak kaget saat terlepas. Aku yang juga kaget, karena tak mengira si Mbak akan mengambil Ai, belum sempat menjelaskan, ketika si Mbak dan Bapak2 yang di belakangnya sudah sibuk meminta maaf sambil membungkuk berkali2. Barulah setelah si Bapak sibuk membetulkannya, si Mbak beranjak ke mejanya, dan memroses pesanan pengirimanku. Karena si Ai ini lebih dari 30 kg, jadi bayarnya lebih mahal dari yang biasa, tapi daripada aku heboh sepanjang jalan, mending dikirim, deh. Ketika akan menuju platform KA ke rumah, kembali mereka membungkukkan badan sambil minta maaf, padahal sudah berkali2 aku bilang nggak papa dan terima kasih. Akhirnya, pk. 11.00 daku tiba dengan selamat di rumah, disambut dengan suhu 6 derajat Celsius.
Malemnya, sekitar 17.25 JST (Isya aja sudah jam 17.53 JST, hehehe), datanglah si Ai, lengkap dengan full-lakban di kedua handelnya, dan terbungkus plastik rapi! Dan di luar harapanku sebelumnya, ternyata ketika lakban2 ini kubuka, si handel sudah terpasang sempurna di badan Ai (lihat foto), seperti kondisi di CGK! Wah, memang servis di sini memuaskan banget… Berharap negeri kita bisa menghormati konsumen kayak gini, ntar dibilang mimpi kali yeee…Hehehe.
***
Nishi Chiba, 4 Desember 2007 (22.03 JST)
Di sela2 nguber setoran