Sesuai pengumuman, pk. 13.20 aku sudah di kelas ini, hanya berbekal sebuah bolpoin, karena kertas dan pena pasti disiapkan oleh Sensei, sebagaimana yang kudengar dari peserta kelas2 sebelumnya. Sepi, tak ada siapa pun, hanya ada sebuah tas tergeletak di meja paling belakang.
‘Tumben telat, biasanya orang Jepang’kan on time,’ pikirku. ‘Wah, jangan2 aku salah masuk kelas,’ pikirku lagi, kemudian keluar kelas untuk melihat nama ruangan itu. Ruang D, tepat seperti yang tercantum di pengumuman. Akhirnya kuputuskan untuk melihat2 peta Jepang yang tergantung di depan kelas, sambil menunggu yang lainnya.
Pelajaran dibuka dengan pertanyaan standar dalam kelas Bhs. Jepang: “Kemarin pergi ke mana?” Selanjutnya kami bergiliran menjawab, dan diakhiri dengan perintah Sensei kepada kami untuk menanyainya. Kelas langsung riuh begitu mendengar jawaban Sensei,” Kino Disneyland he ikimashita…”.
Selanjutnya Sensei menempelkan tabel huruf Hiragana di whiteboard, dan kami diminta untuk membaca semuanya, dari ‘a’ sampai ‘n’, diselingi dengan pertanyaan arti beberapa kata yang mengandung huruf tersebut.
Sementara itu, aku sudah bolak-balik melirik jam dinding di kelas, yang tergantung tepat di atas whiteboard. ‘Kapan nulisnya, nih?’ pikirku. ‘Hmm, mungkin abis ini kelar,’ pikirku lagi menenangkan diri. Tapi di dalam hati udah mulai ngerasa ada yang nggak beres juga, sih! Seingatku, yang namanya kaligrafi itu di kelas2 sebelumnya menggunakan huruf Kanji, bukan Hiragana.
Akhirnya Sensei bilang,” Ok, kita sudah selesai dengan Hiragana. Sekarang, untuk mengingat lagi Hiragana ini, saya punya 3 cara: pertama, main kartu huruf; kedua, membaca buku; dan yang terakhir, pakai mainan, tapi ini cuma satu. Silahkan pilih, mana yang kalian sukai.”
‘Lho, bikin kaligrafinya kapan?’ pikirku bengong. Tapi melihat reaksi yang lain biasa saja, aku semakin yakin kalau perkiraanku yang salah. Awalnya, aku ingin ikutan yang baca buku, buat sekalian ngelancarin, soalnya kemampuan baca Hiragana-ku sekarang udah lebih rendah dari anak SD Jepang, alias ngejanya lama banget. Tapi karena siswa di sampingku (bukunya satu untuk berdua) memilih untuk membaca tulisan Romaji-nya keras2 (lah, kalo baca Romaji terus, kapan hafal Hiragananya dong?), jadinya aku pindah ke kelompok kartu, yang keliatannya lebih seru.
Cara mainnya begini: Sensei nyebutin satu huruf, terus kita cepet2an nyari kartu yang memuat huruf itu, sambil bilang,”Hai!” Berhubung kartunya ada 2 set, jadi kami ber-8 dibagi dalam 2 kelompok. Aku pilih kelompok kedua, karena di situ ada 2 orang temenku seruangan (dari
Pas si
Eh, ternyata obrolan kita bertiga itu cukup keras, sehingga terdengar oleh Sensei, yang sedang berada di kelompok lainnya. “Eh, kamu hafal Hiragana, ‘
Hiks, wong pengen belajar kaligrafi, kok malah disuruh ngajar Hiragana, sih! Sampe akhirnya si Sensei bilang,” Yoroshiku onegaishimasu,” terpaksa deh, aku udah gak bisa nolak lagi, dan disuruh berdiri oleh Sensei, nerusin permainan ini. Tadinya kupikir cuman di kelompokku, eh ternyata si Sensei minta keduanya, walah…ya sudahlah!
Beberapa kartu pertama, aku berada di 2 kelompok, tapi kemudian si
Walhasil, jadilah kali ini aku salah kelas dengan sukses! Oya, tahu nggak, kenapa awalnya aku mikir ini kelas Kaligrafi? Soalnya judul kelasnya adalah: Japanese Letter Lesson! Salah nggak, sih…persepsi awalku? Biasanya mengenal huruf ‘
***
(Hari yang membingungkan)
(Dari sini)